Hari Sabtu, 17 Juli 2010 saya bersama seorang teman melakukan sebuah petualang. Kami berangkat dari kos sekitar jam 07.00. Perjalanan petualangan kami lumayan jauh. Tak dapat dijangkau dengan jalan kaki. Kami pun menunggu sebuah Damri. Lama kami menanti. Menanti datangnya sebuah Damri. Walau demikian, kami tetap bersabar untuk menunggu. Tapi sayangnya, kami tidak ditemani lagunya Bang Ridho Rhoma “Menunggu”. Hampir satu jam lamanya kami menunggu, akhirnya Damri pun datang. Rasa syukur tak lupa kami ucapkan. Tadinya kami berpikir bahwa kami tidak akan dapat tempat duduk. Tapi ternyata alhamdulilah semuanya di luar dugaan. Banyak tempat duduk yang kosong. Alhamdulilah…..
Ketika kaki melangkah memasuki Damri, saya melihat bapak-bapak yang menawarkan makanan jualannya. Dari penjual makanan, Koran sampai penjual buku. Semuanya ada di Damri yang kami tumpangi. Tak kalahnya juga dengan para pengamen. Begitu banyak pengamen yang dengan ketulusannya menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur para penumpang. Saya punya ide untuk kemudian mengabdikan gambar-gambar para penjual dan pengamen tadi dengan menggunakan camera HP ku. hmm,,,berpetualang sambil berpikir, berdiskusi, menulis dari hasil gambar yang saya ambil.
Singkat cerita, Ada seorang wanita cantik, rambut lurus dengan warna kulit putih dan senyuman yang manis. Saya kira dia adalah penumpang. Tapi ternyata bukan. Wanita itu adalah seorang pengamen. Baru pertama saya menemukan seorang wanita yang menjadi pengamen. Saya pun kaget. “Ya…Allah hari ini saya dapat sebuah pelajaran untuk saya renungi. Hidup di kota tidak seindah yang saya bayangkan. Banyak sauadara-sauadara kami yang untuk makan saja susah. Setiap hari mengamen dan meminta-minta di jalanan. Mereka ingin sekolah. Mereka ingin kuliah. Mereka ingin punya rumah untuk berteduh ketika hujan dan melepaskan rasa lelah setelah bekerja. Tapi semuanya tidak mereka miliki. Lahir dan besar di jalanan. Saya kasihan melihat mereka. Saya bersyukur padamu ya…allah. Saya masih bisa kuliah. Saya bisa makan dan tidur pun nyenyak. Sungguh banyak nikmatmu yang kau berikan padaku tapi sungguh sedikit aku mensyukuri nikmatmu. Maafkan hambamu ini Ya..Rabb.”
Selama perjalanan, saya dan teman berdiskusi. Bertukar pikiran tentang sebuah kehidupan. Hidup itu butuh pengorbanan dan perjuangan. Tidak ada yang dapat digapai tanpa adanya perjuangan. Disela diskusi kami, datang lagi seorang kakek yang menawarkan jualannya. Sebelumnya ia mengucapkan salam dulu kepada para penumpang. Salam pertama tidak ada yang menjawab. Dengan penuh kesabaran, ia pun kembali mengucapkan salam. Baru kemudian para penumpang kemudian menjawab salamnya. Si kakek tersebut kemudian seraya mengucapkan “alhamdulilah”. Selanjutnya, ia memberikan sebuah tausiyah. Sebuah tausiyah dengan judul “Jangan Bercerai”. Dia mengungkapkan banyak tentang perceraian. Yang lebih ditekankan dalam isi tausiyahnya adalah jauhilah perceraian. Jangan biarkan anak-anak hidupnya menjadi tak karuan. Tapi ada sebuah ucapannya yang membuat saya tidak setuju. Ia mengatakan “Jangan biarkan anak hidup bersama ibu-bapak tiri. Karena ibu tiri tidak sebaik ibu kandung”. Alasan kenapa saya tidak setuju. Karena menurut saya ucapannya itu adalah seolah-oleh ibu tiri itu jahat. Padahal tidak semua ibu tiri kejam dan jahat. Semuanya tergantung dari kita sebagai anak. Bagi saya tidak ada istilah ibu tiri. Ibu tetap ibu. Karena kewajiban seorang anak adalah mencintai orang yang dicintai orang tuanya. Tapi tak mengapa ia mengatakan seperti itu karena setiap orang bebas untuk mengeluarkan pendapat. Setiap orang bebas untuk berargumen. Lain otak, lain orangnya dan lain pikirannya. Tausiyah yang begitu singkat, padat telah selesai disampaikannya. Tahap selanjutnya adalah ia menawarkan pisang. Ya pisang…namanya pisang raja cerai. Ia menawarkan pisang jualannya seraya mengatakan “pisang raja cerai,,,pisang raja cerai,,pisang raja cerai,,hayoo beli,,,beli,,,harganya murah Rp 2500”. Ia menjadi pusat perhatian para penumpang. Sebuah nama pisang yang unik dan langka. Para penumpang pada komentar “Mau jual pisang tapi masih dalam karung. Keluarkan dong…!!!”. Dengan ketukusan hati, si bapak tersebut langsung mengeluarkan pisangnya. Al hasil, pisangnya memang benar bercerai-berai. Kalau dipikir-pikir, tausiyah yang ia bawakan ternyata ada kaitannya dengan pisang yang dia tawarkan. Pisang yang belum matang, masih warna hijau dan pisah-pisah seperti isi ceramahnya bercerai. Pisang raja cerai? …hmm…akhirnya ku temukan jawaban isi tausiyahnya……luar biasa strategi marketing yang ia terapkan……saya saja yang jurusan business management, marketingnya tak se-bagus si kakek penjual pisang tadi…masih ada kata malu untuk melakukan itu. Tapi alhamdulilah penjual “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir. Hilangkan rasa malu. Beranilah untuk memulai. Berwirausaha itu penting karena bukankah dulu Rasulullah juga seorang pedagang? Yang kemudian menikah dengan Siti Khadijah seorang saudagar kaya raya? Bukankah islam juga mulai masuk ke Indonesia melalui sebuah perdagangan? Lalu apa yang membuat kita mesti malu untuk berdagang? Mulailah dari hal yang terkecil untuk bisa menggapai suatu hal yang besar. Semuanya membutuhkan proses. Mau kaya? Ya…berusaha…terima kasih “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir untuk membuat inovasi baru dalam berwirausaha….akanku buktikan dengan berani untuk memulai……….semangat……..!!!!
No comments:
Post a Comment