Saturday 24 July 2010

Edisi, 22 Juli 2009 Sebuah Renungan tentang kehidupan dan kematian By: A.M.F.M

Hari kamis, aku mendapatkan jarkom dari ketua kelas ku. Sebuah jarkom yang isinya tentang berita duka. Ayah dari salah seorang teman kelas ku meninggal dunia. Aku langsung mengucapkan ’Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun’ (“Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan”). Semoga amal ibadah almarhum ayah temanku diterima disisi Allah SWT dan semua keluarga diberikan ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup ini, amiiin. Ketika mendengar kematian, aku teringat akan sosok wanita yang luar biasa bagiku. Seorang wanita yang selalu menbimbingku untuk mengenal Allah tuhan kami. Seorang wanita yang selalu mengajarkan aku akan hakikat kebenaran. Beliau adalah bundaku tersayang. Satu tahun sudah ia meninggalkan aku dan saudara-saudaraku. Satu tahun sudah aku tak dapat lagi mendengar suaranya yang penuh dengan kelembutan. Dua tahun sudah aku tak dapat mencium kedua tangannya. Dua tahun sudah aku tak dapat melihat senyuman manisnya. Tapi saya yakin, beliau akan terus tersenyum. Tentunya sebuah senyuman indah yang menggambarkan kebahagiaan bertemu dengan kekasih hatinya “Allahu Rabbi”. Aku berpikir sejenak. Berpikir akan segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan selama ini. “Sudahkah aku termasuk hamba Allah yang selalu ada cinta di hati ini untuknya? Sudahkah aku menjadi anak yang sholehah? Sudah cukupkah amal ini sebagai bekal di akherat nanti? Sungguh aku malu, malu dan malu padamu ya…allah. Malu dan takut atas dosa-dosa yang pernah aku lakukan. Bukakan pintu taubat dan maaf untukku. Agar aku selalu berada di jalan-Mu. Agar aku selalu istiqomah di jalan dakwah ini. Hilangkan rasa lelah dan letih dalam diri ini. Berikan selalu semangat untukku. Semangat untuk selalu menyerukan din mu. Ya…rabb, aku hanyalah manusia biasa yang lemah dan tak berdaya tanpa pertolongan dan kasih mu. Cintai, sayangi dan kasihinilah kedua orang tuaku, guru-guruku, dosen-dosenku, semua keluargaku dan juga semua teman-temanku. Kumpulkan kami kelak di jannah-Mu.”
Hidup di dunia sifatnya sementara. Kalau saya contohkan hidup itu dalam ilmu akuntansi (sebuah mata pelajaran yang paling aku sukai sejak SMP, SMA sampai sekarang), kurang lebih seperti berikut:” Nyonya Monik membeli peralatan kepada UD Viana sebesar Rp 100.000 secara kredit. Analisisnya, jika kita cermati dalam contoh soal akuntansi tersebut maka aktiva/harta bertambah yang berupa peralatan sedangkan utang/kewajiban bertambah yang besarnya sama yaitu Rp 100.000. Aktiva/harta bertambah di sebelah debet sedangkan utang bertambah di sebelah kredit. Lalu kemudian apa hubungannya dengan hidup? Hubungannya adalah, saya ibaratkan aktiva/harta merupakan potensi yang dimiliki manusia. Dan bagaimana kemudian potensi itu dioptimalkan untuk bisa menjalani kehidupan dengan baik dan sungguh-sungguh sehingga utang/kewajiban kita pada Allah lunas. Ketika utang kita sudah lunas maka kita akan bisa hidup dengan tenang. Tidak ada lagi beban dalam hidup ini. Sehingga kenikmatan hidup akan benar-benar kita rasakan. Setiap utang/kewajiban wajib dikembalikan pada pemiliknya. Dan begitu halnya dengan manusia. Kita semua pasti akan kembali kepada pemilik yang telah menciptakan kita “Allahu Rabbi”. Dan tidak ada rasa takut lagi untuk menghadapi kematian. Dalam menjalani hidup ini kita hanyalah titipan dan suatu hari nanti kita pasti akan kembali kepada orang yang menitipkan kita yaitu Allah Azza wa Jalla. Sekarang mana yang akan sahabat pilih, aktiva/harta (potensi) bertambah kemudian dikembangkan dan utang bertambah tapi pada akhirnya dapat dilunasi? Atau ingin aktiva berkurang dan utang bertambah kemudian tidak ada kemampuan untuk melunasinya? Itu adalah sebuah pilihan. Ambillah sebuah keputusan yang terbaik. Keputusan yang akan mengantarkan kita pada Jannah-Nya Allah. Karena saya yakin bahwa sahabat adalah termasuk orang-orang dewasa. Dimana kedewasaan seseorang bukanlah dilihat dari umurnya. Kedewasaan itu bukanlah dilihat dari kencang atau keriput kulitnya. Tapi kedewasaan itu adalah bagaimana kita bisa berpikir kemudian memutuskan sebuah problem hidup dengan baik. Berani bertanggung jawab atas setiap keputusan yang kita ambil. Hidup penuh dengan resiko. Hmmm,,jadi ingat semester 4. Dimana pada saat itu aku belajar mata kuliah manajemen risiko. Mempelajari bagaimana risiko-risiko yang biasanya dihadapi oleh sebuah perusahaan dan bagaimana kemudian dapat ditemukan sebuah solusi dalam menghadapi risiko tersebut. Hidup pun demikian. Setiap risiko hidup harus siap untuk kita hadapi. Walaupun sangat pahit tapi lakukanlah rumus ini H2N=Hadapi, Hayati, Nikmati. Jangan takut dan menyerah. Karena itu adalah ciri-ciri pecundang. Jadilah pemenang yang mempunyai keberanian dalam menghadapi risiko. Semangat…!!! Pasti bisa…!!!

No comments:

Post a Comment