Pagi yang cerah. Seperti biasanya, aku membersihkan kos tempat tinggalku. Nasyid UNIC “Cahaya Cinta” menemani di setiap aktivitas pagi. Sebuah lagu favorit bundaku.
“Gemilang cahaya cinta
Gemilang pancaran warnanya
Bagaikan kejora
Membisikkan hati damainya jiwa”
Sebuah nasyid yang menggambarkan Cinta. Kata yang penuh akan makna. Cinta adalah pekerjaan ruh. Sedangkan ruh seperti pasukan yang dikerahkan. Cinta adalah sebuah motivasi untuk menjalankan setiap aktivitas hidup. Cinta dapat menghilangkan kontrol emosi. Cinta tidak dapat didefinisikan. Cinta adalah kejujuran dan kepasrahan yang total. Cinta mengarus lembut, mesra, sangat dalam dan sekaligus intelek. Cinta ibarat mata air abadi yang senantiasa mengalirkan kesegaran bagi jiwa-jiwa dahaga. Islam mengajarkan bahwa seluruh energi cinta manusia seyogyanya digiring mengarah pada Sang pencipta yaitu Allah SWT, sehingga cinta kepada-Nya jauh melebihi cinta pada sesama makhluk. Justru, cinta pada sesama makhluk dicurahkan semata-mata karena mencintai-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah 165,
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”
Maka atas dasar cinta itulah semangat dalam diri ini muncul. Semangat dalam menjalani hari-hari ku. Walau terkadang ada pahit di dalamnya. Tapi itulah hidup. Dimana setiap manusia pasti akan merasakan kepahitan itu. Jadi, manis atau pahitnya sebuah kehidupan, perlu untuk kita syukuri. H2N= Hadapi, Hayati dan Nikmati maka keputusasaan itu akan hilang. Dan kemudian muncullah kebahagiaan. Setiap harinya ada keindahan, ketika kebermaknaan selalu menjadi bagian hidup kita. Maka jika kita berani untuk hidup maka kita berani akan sebuah perputaran. Dimanapun posisi kita, ingatlah bahwa posisi itu bisa berputar. Dan jadilah yang terbaik untuk setiap posisi tersebut. Aku ingin hari-hari ku penuh dengan kebermaknaan. Dapat memaknai setiap kelebihan dan kekurangan yang kumiliki. Aku jalani setiap pagi hari dengan jualan. Menawarkan jualan ke teman-teman di kampus dan terkadang aku menawarkan dari kos satu ke kos yang lainnya. Tanpa rasa malu sedikitpun. karena tidak ada kata malu jika kita ingin menjadi orang sukses. Tapi keberanian untuk memulai, semangat yang tinggi, tekad yang kuat, itulah awal langkah untuk dapat meraih mimpi.
Jum’at, 30 Juli 2010 pagi hari sebelum berangkat ke kampus, aku harus membersihkan kos biar belajar menjadi tenang. Kemudian dilanjutkan dengan mengambil barang dagangan untuk dijual di kampus. Jarak antara kos dengan tempat mengambil jualan dilewati dengan jalan kaki. Menikmati setiap proses kehidupan yang aku jalani. Hingga suatu hari nanti hasil dari proses tersebut dapat kuraih. Setelah mengambil barang jualan, aku langsung bergegas ke perpustakaan kampus. Mencari referensi untuk tugas kuliah yang harus dikumpulkan hari senin. Aku mencari-cari buku yang aku inginkan. Alhamdulilah akhirnya kutemukan. Tapi sayangnya, bukunya tidak boleh untuk dipinjami. Kemudian akupun pergi dengan membawa rasa kecewa dan sedih. Tapi aku berpikir mungkin ada yang lebih baik dari buku itu untuk aku jadikan sebagai referensi tugas kuliahku. Perjalanan aku lanjutkan ke fakultasku karena ada kuliah sampai jam 11.30 WIB. Aku menikmati setiap proses pembelajaran hari ini. Mendengarkan presentasi dari dua kelompok yang tampil. Dan yang paling menarik adalah sebuah kalimat yang disampaikan oleh dosenku. Beliau mengatakan
“ Salah satu ketidakpastian di dunia ini adalah ketidakpastian dan salah satu kepastian adalah sebuah perubahan”
Setiap kali beliau mengajar pasti ada pesan menarik yang beliau sampaikan. Subhanallah, selama kuliah banyak makna hidup yang aku temukan. Di kampus UPI lah aku belajar banyak hal tentang hidup.
Pulang kuliah ada rapat evaluasi IM2B (Ikatan Mahasiswa Manajemen Bisnis) bersama Presiden Komisaris, Presiden Direktur dan semua pengurus IM2B. Rapatnya akan dimulai jam 14.00 WIB. Tapi waktu baru menunjukkan jam 11.30 WIB. Dan itu artinya ada kesempatan untuk makan. Karena penyakit mag ku kambuh. Sakit sekali rasanya. Aku lihat jualanku, alhamdulilah sudah habis dibeli. Aku pun kemudian pergi mencari warung makan bersama teman. Kami temukan sebuah Warteg, namanya “Warteg 31”. Kami kemudian masuk dan mengambil makanan. Kami memilih tempat makan di lantai dua. Makan sambil diskusi. Mantapss…makannya terasa nikmat…mengapliksikan pesan dari temanku “Biasakan G 30 M, Gerakan 30 Menit Membaca, Menulis, dan berdiskusi”. Setiap kami diskusi pasti selalu ada kata-kata bijak. Belajar untuk menjadi orang dewasa, baik dalam berpikir, bergaul, berbicara dan berbuat. Menit demi menit, tidak terasa makan telah selesai. Tapi diskusi masih tetap berlanjut. Tidak lama kemudian kami beranjak dari tempat makan. Perjalanan selanjutnya adalah menuju ke toko buku. Mencari majalah seputar bisnis. Tapi pencarian tidak berhasil. Majalah bisnis tidak kami temukan. Akhirnya, kami pulang ke kos ku untuk sholat dzuhur dan mengambil laptop. Tidak lama kemudian, selesai sholat kami ke kampus untuk menghadiri rapat evaluasi IM2B. Alhamdulilah rapat kali ini, banyak yang hadir. Semuanya pada curhat akan masa-masa di IM2B. Diskusi akan perasaan selama di IM2B. Hingga tidak terasa waktu menunjukkan jam 16.00 WIB. Rapat pun kemudian ditutup. Aku dan seorang teman melanjutkan perjalanan ke sebuah perpustakaan di luar kampus. Kami mencari buku referensi. Luar biasa perpustakaan yang begitu luas dan bukunya lengkap. Sayangnya, pengunjugnya sedikit. Dari buku yang terjadul sampai yang terbaru semuanya ada. Tapi dalam pencarian buku tersebut ada sesuatu yang aku rasakan. Ada sesuatu yang aneh. Aku tidak percaya. Karena mungkin itu adalah sebuah perasaan ku saja. Tapi dari lantai dua sampai lantai empat perasaan aneh itu masih ada.
” Ada apakah ini?” tanyaku dalam hati.
Aku tidak ingin cerita ke temanku. Karena khawatir jika aku cerita dia takut dan tidak jadi untuk cari buku. Akhirnya, apa yang aku rasakan kemudian aku pendam sendiri. Aku terus mencari buku yang kuinginkan walau perasaan aneh itu tidak bisa hilang. Tidak lama kemudian buku referensi yang kami cari sudah kami temukan. Langkah selanjutnya adalah mencari topik yang sesuai dengan bab tugas kelompok kami. Beberapa menit kemudian, ada suara bel yang berbunyi. Kami kaget dan langsung berdiri dari tempat duduk. Kami cari pintu keluar dengan membawa buku yang begitu banyak dan tebal. Belum lagi laptop yang begitu berat. Benar-benar perjuangan yang luar biasa. Melatih akan makna sebuah kesabaran. Kami mencari tempat foto copy tapi katanya sudah tutup. Hari sudah malam, semua lampu di perpustakaan dimatikan petugas. Kami pun bergegas untuk pulang. Perasaan aneh itu terus menghantuiku. Dan alhamdulilah tidak lama kemudian sampailah kami di lantai dasar dengan membawa begitu banyak buku tebal. Kami ingin meminjam sebentar untuk di foto copy. Tapi petugas tidak mengizinkan. Kami disuruh datang lagi di hari yang lain. Dengan penuh kesabaran, kami pulang dengan membawa tangan kosong. Tidak ada satu pun buku yang kami dapatkan.
Para petualang (Aktris dan Evi) melanjutkan perjalanan menuju ke toko buku . Mencari lagi buku yang belum kami temukan. Tapi alhasil, kami masih gagal. Majalah dan buku yang kami cari tidak kami temukan. Adzan maghrib dikumandangkan. Ahirnya kami pun mencari sebuah masjid untuk sholat maghrib. Melepaskan rasa lelah selama perjalanan. Berhenti sejenak untuk muhasabah diri. Mungkin ada yang salah dalam diri ini. Tidak lama kemudian setelah sholat kami melanjutkan perjalanan untuk mencari makan karena lapar. Tapi makanan yang kami cari tidak ditemukan juga. Mobil angkutan kota sudah menunggu, kami pun membatalkan untuk makan. Naik sebuah angkutan umum, penumpangnya hanya kami berdua. Perjalanan demi perjalanan yang kami lewati, terdengar suara adzan isya dikumandangkan. Kami meneruskan perjalanan. Menikmati setiap perjalanan dengan terus diskusi. Walau mata sudah ngantuk, badan terasa sakit, kaki pegal-pegal.
“Tris, kita harus sabar ya!” kata temanku Evi
Kemudian akupun menjawab “Ya Vi, insya allah besok pulang dari rumah Evi, Tris mau ke perpustakaan lagi”
“Ya Tris, kita harus semangat. Bisa,,,bisa,,,gila”
“Ya Vi benar bisa,,,bisa,,,gila,,,he,,kita nikmati saja lah prosesnya. Kan yang terpenting bukanlah hasilnya tapi bagaimana proses dalam mencapai hasil tersebut. Betul toh?”
“Ya Tris, benar, benar. Pokoknya tuganya harus cepat jadi.”
“Ya Vi biar kalau ada acara kan bisa tenang. Rumahnya masih jauh kah Vi?”
“Lumayan jauh Tris”
“Nanti kita begadang yok!”
“Hocce…siip Tris. Tapi nyampe rumah aku, kita makan kemudian sholat langsung gosok gigi terus tidur sebentar. Kan badan perlu istirahat. Baru kemudian kita lanjutkan jam 12 malam. Gimana?”
“Hocce dech, siiip,,siiip,,,semangat…kita pasti bisa”
“Bisa,,,bisa,,,gila,,”
Masih banyak lagi perbincangan antara kami berdua. Perjalanan yang begitu jauh. Waktu sudah menunjukkan jam 20.17 kami masih dalam perjalanan. Kami terus menikmati perjalanan dengan diskusi dengan kata-kata bijak masing-masing. Mengobati rasa kekecewaan yang mendalam. Tidak terasa telah sampai tujuan. Rumah Evi jauh dari jalan raya. Kami pun terus melanjutkan perjalanan. Aku lihat penjual martabak. Kami pun membeli. Rasa lapar dan kekecewaan terobati dengan martabak. Sebuah makanan favoritku. Makanan yang selalu dibelikan bapak untukku ketika di rumah. Rasanya tidak beda jauh dengan martabak yang di Lombok. Lezaaat….mantaps pisan euy……..Beberapa menit kemudian, sampailah di rumah Evi. Jalannya berliku-liku. Penuh tantangan. Kami disambut oleh ibunya. Kemudian disuruh masuk. Aku istirahat sejenak di kursi. Rasa lelah lumayan berkurang, kemudian kami makan. Sebelum tidur, kami diskusi dan cerita akan perjalanan kami. Ada kisah menarik disela diskusi kami. Evi tiba-tiba bertanya padaku
“Tris tadi merasakan ada sesuatu gak waktu di perpustakaan?”
“Emang kenapa gitu, Vi?”
“Tadi aku merasakan ada sesuatu yang aneh. Padahal jujur sebelumnya aku tidak kepikiran sampai disana. Karena memang tujuan kita kan untuk mencari buku. Aku merasakan di setiap lorong-lorong rak buku, rasanya ada orang yang lewat, lari, dan rasanya aku seperti diikuti. Pokoknya ada sesuatu yang aneh, yang aku rasakan. Atau mungkin cuman perasaan aku saja ya?”
“Bener Evi merasakan hal itu? Soalnya Tris juga merasakan hal yang sama dengan Evi. Ketika masuk perpustakaan tersebut, memang Tris sudah merasakan sesuatu yang aneh. Tapi Tris tidak berani bilang ke Evi. Khawatir kita tidak jadi cari bukunya. Akhirnya perasaan itu Tris pendam sendiri. Karena tadinya Tris berpikir kalau itu hanya perasaan Tris saja. Tris baru tau kalau Evi juga merasakan hal yang sama.”
“Iiih,,,serem Tris..takuut…besok jadi gak kesana lagi?”
“Jadi tapi tidak mau ke ruang bukunya. Hanya mau foto copy saja kemudian langsung pulang.”
“Ya sudah kita tidur, bangun lagi jam 12 malam. Kita lupakan kejadian itu. Takuuut..”
“Key siiip”
Kami kemudian melanjutkan tidur. Tidak terasa jam demi jam telah terlewati dengan tidur yang begitu nyenyak. Kami ketiduran. Kami bangun jam 03.15 WIB. Kami melanjutkan dengan mengerjakan tugas. Laptop dan buku adalah teman setia kami. Dari jam 03.15 sampai jam 14.00 kami di depan laptop. Tidak ada istirahat, selain sholat, makan, dan mandi. Mengerjar target yang telah kami tentukan. Harus dan pasti bisa. Sekitar jam 15.00 WIB aku pulang. Sebelum pulang kami foto-foto dulu sebagai kenangan pada hari ini. Sebagai bukti sejarah kalau aku pernah ke rumahnya. Kami selalu belajar dan diskusi bareng. Harapannya juga nanti lulus bareng, S2 bareng dan jadi dosen pun juga bareng. Amiiin ya Rabb…Aku meneruskan perjalanan pulang. Menunggu angkutan umum sambil mengabadikan foto yang menarik untuk aku jadikan cerita dan sebuah tulisan. Berpetualang sambil menulis. Menulis di atas angkutan umum. Ternyata nikmat juga. Banyak inspirasi-inspirasi baru yang muncul. Subhanallah, alhamdulilah ya Rabb…
Di sela aku menulis, tiba-tiba Handphone jadulku berdering. Ada sebuah sms yang masuk. Sebuah sms dari seorang temanku. Melalui sebuah sms kami diskusi. Subhanallah, secara tidak langsung aku dapat belajar akan arti sebuah kesederhanaan, kesehatan, dan menjaga diri dari krikil-krikil yang usil. Perjalanan demi perjalanan dan tidak lama kemudian aku turun dari angkutan umum. Badan masih terasa sakit, mataku ingin istirahat, kaki sakit. Aku ingin naik ojek tapi ingat akan pesan temanku
“Hati-hati nanti ada krikil-krikil yang usil”
Aku tidak jadi naik ojek. Akhirnya aku jalan kaki. Lumayan jauh, bawa laptop dan map merah berisikan buku-buku. Tapi aku terus melanjutkan perjalanan. Hingga sampailah di kos ku. Kemudian aku langsung sholat asar jam 17.00 WIB. Selesai sholat, aku langsung ke kampus lagi. Dan pulang Bada Magrib. Penyakit mag ku kambuh lagi. Tapi tidak ada selera untuk makan. Hanya sepotong roti yang bisa aku makan. Alhamdulilah tidak lama kemudian rasa sakit mag ku hilang. Ada sebuah sms tausiyah dari abangku yang membuat aku semakin termotivasi dan tidak boleh menyerah. Sebuah kebiasaan abangku dari dulu yang tidak henti-hentinya memberikan aku motivasi. Perhatian dan kasih sayangnya membuat aku untuk terus bangkit. Kata abangku.
“Perjuangan tidak mengenal batas. Apa saja yang kita berikan untuk kebaikan adalah berjuang. Perjuangan adalah nafas dan naluri kehidupan setiap hari. Kita memang harus berjuang karena disanalah habitat kemanusiaan dan kemusliman kita.”
Jazakallah bang atas motivasinya. Sang petualang menemukan cahaya cinta-Nya. Cahaya cinta dari orang-orang yang selalu memberikannya inspirasi, motivasi dan perhatian padanya….
Saturday, 31 July 2010
Sunday, 25 July 2010
Ada Hikmah dibalik Kesepianku
Kamar yang begitu luas. Harga terjangkau. Dilengkapi dengan kamar mandi didalamnya. Itulah kos baruku. Tapi di kos baru, penuh dengan kesepian. Tidak ada tempat berbagi dikala aku sedih. Tidak ada tempat curhat dikala aku merasa lelah. Baru pertama kali aku kos di sebuah kosan biasa. Karena biasanya aku selalu mengontrak sebuah rumah untuk 5-6 orang. Dan di dalamnya ukhuwahnya begitu terasa. Jika sakit ada yang mengobati. Jika sedih ada yang menghibur. Jika merasa lelah ada yang menyemangati. Tapi sekarang semuanya tidak aku rasakan. Ketika pulang beraktivitas, tidak ada lagi sebuah senyuman yang menyambut kepulanganku. Tidak ada lagi diskusi yang menjadikan aku untuk lebih terinspirasi. Yang ada hanyalah kesepian. Ya…kesepian, itulah yang aku rasakan.
Cerita singkat tentang kos lamaku. Kos pertama “Pondok Aisyah”. Sebuah kos yang luar biasa bagiku. Ukhuwah, kerja sama, saling menghargai, dan lain-lain semuanya ada di dalamnya. Kami dari jurusan yang berbeda-beda. Hanya berdua angkatan 2008. Selainnya adalah angkatan 2004-2006. Setiap hari makan bareng. Kadang satu piring berdua dan bahkan berempat. Ukhuwah yang luar biasa. Terasa begitu nikmat. Sejuta cerita tersimpan di dalamnya. Tapi tingkat dua aku harus pindah kos. Dengan alasan, aku tidak bisa satu kamar berdua. Karena aku biasa menempel rumus-rumus, pohon targetku, jadwal sehari-hari yang dibuatkan bapakku dan juga kata-kata motivasi serta membaca dengan suara besar dalam kamar. Aku takut dengan itu teman sekamarku jadi terganggu. Aku takut dia tidak suka. Karena kebiasaanku yang seperti itu. Tapi itulah strategi aku dalam belajar. Sebuah kebiasaan dari kecil sampai sekarang yang tidak bisa aku tinggalkan.
Juli 2009, aku pindah ke kos baruku. Kos yang begitu murah tapi dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Sama dengan kos sebelumnya “Pondok Aisyah”, hanya berdua dari angkatan 2008. Kami adalah termuda dalam kos tersebut. Satu fakultas tapi berbeda jurusan. Selainnya adalah ibu rumah tangga yang berasal dari luar kota. Di kos tersebut, kami hanya berlima. Kebiasaan sehari-hari ku yang pergi pagi pulang malam menjadi perhatian dari teman-teman kosku. Mereka selalu menanyakan kemana aku pergi. Alhamdulilah masih ada yang perhatian padaku. Kemudian aku pun cerita untuk berbagi pengalaman. Cerita akan amanah ku di luar. Mereka pun mengerti akan keadaanku. Mereka mengerti akan sebuah amanah yang harus aku tunaikan dan laksanakan dengan baik. Ketika aku merasa lelah, kepada mereka lah tempat aku berbagi cerita. Mereka selalu memberikan aku motivasi. Ketika aku pulang, aku disambut dengan sebuah senyuman indah mereka. Sebuah senyuman yang dapat meringankan rasa lelahku. Temanku yang sudah berumah tangga juga berbagi cerita seputar menjadi ibu rumah tangga. Menarik juga ceritanya. Sebagai bekal untuk nanti.he,,,
Tidak lama kemudian teman kosku yang sudah berumah tangga diwisuda. Kemudian mereka langsung pulang kampung. Aku pun hanya tinggal berdua. Kami tentunya merasa kesepian setelah kepergian mereka. Hari demi hari kami menikmatinya dengan kesepian. Tapi tidak mengubah kebiasaan kami untuk diskusi dan berbagi cerita suka – duka. Cerita akan keadaan himpunan masing-masing. Cerita tentang kuliah, keluarga dan permasalahan – permasalahan lainnya. Malamnya masak bareng. Memasak makanan yang berbeda-beda. Makanan khas Lombok dan Sunda. Makan pun hanya berdua. Makan sambil diskusi dan juga nonton TV. Mantaps nikmat…..apalagi ketika cerita tentang masa lalu. Masa-masa SMA yang penuh dengan kenangan terindah. Hmmm,,,membuat ku makin tambah kangen sama guru dan juga teman-teman SMA ku. Cerita tentang keadaan rohis di sekolah masing-masing. Pokoknya penuh dengan cerita. Kayaknya, kami cocok menjadi seorang pendongeng..he,,,
Beberapa waktu kemudian kami harus pindah kos. Karena kos tempat tinggal kami akan direnovasi. Kami pun berencana untuk satu kos lagi. Mencari sebuah rumah. Tapi setiap rumah yang akan dikontrakkan rata-rata harganya selangit. Kami rasanya tidak mampu untuk membayarnya. Kasihan juga dengan orang tua. Akhirnya dengan berat hati, kami kos di kosan biasa. Bukan sebuah rumah kontrakan. Kami pun akhirnya berpisah. Aku tinggal sendiri. Dia pun sama hanya seorang diri. Di kos baruku sekarang aku benar-benar merasa kesepian. Aku ingin berbagi cerita. Tentang sebuah cerita pahit dan manisku. Tapi kami jarang bertemu walaupun masih dalam satu fakultas. Sungguh, diri ini sangat membutuhkan kehadiran seorang teman–sahabat. Dan alhamdulilah disela kesepianku, aku mendapatkan sebuah inspirasi dan motivasi yang datang dari bapak, guru, ustadzah, dosen, adik mentor dan seorang temanku. Menulis, menulis, dan menulis. Akhirnya sekarang , laptopku adalah teman setiaku. Setiap kejadian yang aku alami, langsung aku tuangkan dalam sebuah catatan kecil. Kemanapun aku pergi, aku selalu bawa sebuah buku agenda. Aku catat setiap peristiwa yang aku temukan. Dan bahkan setiap peristiwa yang menarik bagiku, aku langsung abadikan dengan menggunakan Handphone jadulku. Di tengah kesepianku ada semangat yang menggelora untuk terus menulis. Ingat kata salah seorang temanku “ Biasakan G 30 M, Gerakan 30 menit membaca, menulis, dan berdiskusi”. Aku juga mendapat sebuah motivasi dari adik-adik mentorku.
“Teteh bakat dalam menulis. Lanjutkan teh ! Kami mendukung teteh”
Adik-adik mentorku lucu. Dan dibalik kelucuannya, ada semangat yang membara. Mereka orangnya cerdas. Mereka juga selalu memberiku semangat untuk terus menulis. Mereka sangat mendukungku.
“ Adik-adikku yang sholehah, terima kasih atas dukungan dan motivasinya. Teteh sayang kalian”.
Memang, menjadi seorang penulis adalah salah satu impian masa kecilku. Mengikuti jejak bapakku yang suka menulis. Ingin mewujudkan semua impian itu. Seringkali guru SMA ku mengirim sebuah pesan baik via Email, SMS maupun via telephon. Mereka menanyakan akan tulisanku. Mereka menginginkan aku untuk menjadi tenaga pendidik dan seorang penulis. Lulus dan jauh dari mereka bukan berarti harus saling melupakan. Tapi justru dengan demikian rasa rindu semakin mendalam. Jauh di mata dekat di hati. Walaupun aku sudah lulus, mereka masih perhatian padaku. Mereka selalu memberikan aku motivasi untuk terus maju dan tidak menyerah.
Pada suatu hari, aku bertanya pada salah seorang dosenku. Beliau seorang penulis. Menulis adalah sebuah hobi baginya.
“Pak, saya punya impian untuk menjadi seorang penulis. Bagaimana tips-tips Nya?” dosenku menjawab
“Menulis Tris”
“Maksudnya pak?”
“Ya…menulis”
Aku baru mengerti akan jawaban dari dosenku. Bahwa ketika kita ingin menjadi seorang penulis maka salah satu kuncinya adalah menulis. Ketika aku bertanya pada bapakku, jawabannya juga sama “menulis”. Di buku tamu blog ku juga ada sebuah kata menulis. Kata itu adalah kiriman dari seorang temanku. Setiap orang yang aku tanya, jawabannya sama yaitu “menulis”. Aku juga mendapatkan sebuah inspirasi dan motivasi dari salah seorang dosenku yang lain. Aku masih teringat akan sebuah pesannya padaku.
“ Tanamkan keyakinan itu di alam bawah sadar mu Nak. Istiqomah dengan keyakinanmu. Tunggulah…waktu akan datang menjawabnya. Anak cantikku, jadikan tiap harimu sekolah kehidupan. Selalu berusaha temukan hikmah di setiap kejadian. Dengan begitu hatimu akan senantiasa bersyukur atas nikmatnya”
Kos baru, dibalik kesepian yang aku rasakan tersimpan hikmah yang dapat mewujudkan impianku yang sudah lama terpendam. Menulis, ya itulah salah satu hikmahnya. Seharusnya aku mensyukuri atas semua apa yang terjadi dalam diri ini. Karena setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Salah, ketika aku mengatakan bahwa aku sendiri menyepi. Tidak ada tempat curhat dan yang lainnya. Itu adalah sebuah ungkapan yang salah. Kenapa? Karena baik menurut kita bisa jadi itu merupakan hal yang terburuk. Dan buruk menurut kita bisa jadi itu merupakan hal yang terbaik. Seperti halnya yang aku alami sekarang, kesepian adalah suatu hal yang tidak baik menurutku. Padahal kalau saya pikirkan, banyak hikmah dibalik kesepian itu. Setiap malam bisa muhasabah diri dan lahir ide-ide baru untuk menulis. H2N=Hadapi, Hayati, dan Nikmati.
Mengutif kalimat motivasi dalam sebuah buku karya D. S Prasetyono yang judulnya “Hidup Plus! Prinsip Plus!”
“Orang-orang yang lemah menunggu datangnya kesempatan, orang yang kuat membuat kesempatan itu. Orang-orang yang terbaik bukanlah mereka yang menantikan datangnya kesempatan, akan tetapi ,mereka yang mengambilnya, yang mengepung, merebut, dan menguasai kesempatan tersebut.”
“Di dalam keyakinan tidak ada ketakutan. Keyakinan yang sempurna melenyapkan semua ketakutan”
Mengutif kalimat motivasi juga dari buku karya Maukuf, judulnya “Menjadi Generasi Tangguh”.
“Prinsip pemuda yang tangguh adalah Keep Fight We Never Ever Give Up: Terus berjuang, tidak pernah menyerah walaupun hampir kalah”
“Teruslah bergerak hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga hingga kelesuan itu lesu menemanimu”.
Cerita singkat tentang kos lamaku. Kos pertama “Pondok Aisyah”. Sebuah kos yang luar biasa bagiku. Ukhuwah, kerja sama, saling menghargai, dan lain-lain semuanya ada di dalamnya. Kami dari jurusan yang berbeda-beda. Hanya berdua angkatan 2008. Selainnya adalah angkatan 2004-2006. Setiap hari makan bareng. Kadang satu piring berdua dan bahkan berempat. Ukhuwah yang luar biasa. Terasa begitu nikmat. Sejuta cerita tersimpan di dalamnya. Tapi tingkat dua aku harus pindah kos. Dengan alasan, aku tidak bisa satu kamar berdua. Karena aku biasa menempel rumus-rumus, pohon targetku, jadwal sehari-hari yang dibuatkan bapakku dan juga kata-kata motivasi serta membaca dengan suara besar dalam kamar. Aku takut dengan itu teman sekamarku jadi terganggu. Aku takut dia tidak suka. Karena kebiasaanku yang seperti itu. Tapi itulah strategi aku dalam belajar. Sebuah kebiasaan dari kecil sampai sekarang yang tidak bisa aku tinggalkan.
Juli 2009, aku pindah ke kos baruku. Kos yang begitu murah tapi dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Sama dengan kos sebelumnya “Pondok Aisyah”, hanya berdua dari angkatan 2008. Kami adalah termuda dalam kos tersebut. Satu fakultas tapi berbeda jurusan. Selainnya adalah ibu rumah tangga yang berasal dari luar kota. Di kos tersebut, kami hanya berlima. Kebiasaan sehari-hari ku yang pergi pagi pulang malam menjadi perhatian dari teman-teman kosku. Mereka selalu menanyakan kemana aku pergi. Alhamdulilah masih ada yang perhatian padaku. Kemudian aku pun cerita untuk berbagi pengalaman. Cerita akan amanah ku di luar. Mereka pun mengerti akan keadaanku. Mereka mengerti akan sebuah amanah yang harus aku tunaikan dan laksanakan dengan baik. Ketika aku merasa lelah, kepada mereka lah tempat aku berbagi cerita. Mereka selalu memberikan aku motivasi. Ketika aku pulang, aku disambut dengan sebuah senyuman indah mereka. Sebuah senyuman yang dapat meringankan rasa lelahku. Temanku yang sudah berumah tangga juga berbagi cerita seputar menjadi ibu rumah tangga. Menarik juga ceritanya. Sebagai bekal untuk nanti.he,,,
Tidak lama kemudian teman kosku yang sudah berumah tangga diwisuda. Kemudian mereka langsung pulang kampung. Aku pun hanya tinggal berdua. Kami tentunya merasa kesepian setelah kepergian mereka. Hari demi hari kami menikmatinya dengan kesepian. Tapi tidak mengubah kebiasaan kami untuk diskusi dan berbagi cerita suka – duka. Cerita akan keadaan himpunan masing-masing. Cerita tentang kuliah, keluarga dan permasalahan – permasalahan lainnya. Malamnya masak bareng. Memasak makanan yang berbeda-beda. Makanan khas Lombok dan Sunda. Makan pun hanya berdua. Makan sambil diskusi dan juga nonton TV. Mantaps nikmat…..apalagi ketika cerita tentang masa lalu. Masa-masa SMA yang penuh dengan kenangan terindah. Hmmm,,,membuat ku makin tambah kangen sama guru dan juga teman-teman SMA ku. Cerita tentang keadaan rohis di sekolah masing-masing. Pokoknya penuh dengan cerita. Kayaknya, kami cocok menjadi seorang pendongeng..he,,,
Beberapa waktu kemudian kami harus pindah kos. Karena kos tempat tinggal kami akan direnovasi. Kami pun berencana untuk satu kos lagi. Mencari sebuah rumah. Tapi setiap rumah yang akan dikontrakkan rata-rata harganya selangit. Kami rasanya tidak mampu untuk membayarnya. Kasihan juga dengan orang tua. Akhirnya dengan berat hati, kami kos di kosan biasa. Bukan sebuah rumah kontrakan. Kami pun akhirnya berpisah. Aku tinggal sendiri. Dia pun sama hanya seorang diri. Di kos baruku sekarang aku benar-benar merasa kesepian. Aku ingin berbagi cerita. Tentang sebuah cerita pahit dan manisku. Tapi kami jarang bertemu walaupun masih dalam satu fakultas. Sungguh, diri ini sangat membutuhkan kehadiran seorang teman–sahabat. Dan alhamdulilah disela kesepianku, aku mendapatkan sebuah inspirasi dan motivasi yang datang dari bapak, guru, ustadzah, dosen, adik mentor dan seorang temanku. Menulis, menulis, dan menulis. Akhirnya sekarang , laptopku adalah teman setiaku. Setiap kejadian yang aku alami, langsung aku tuangkan dalam sebuah catatan kecil. Kemanapun aku pergi, aku selalu bawa sebuah buku agenda. Aku catat setiap peristiwa yang aku temukan. Dan bahkan setiap peristiwa yang menarik bagiku, aku langsung abadikan dengan menggunakan Handphone jadulku. Di tengah kesepianku ada semangat yang menggelora untuk terus menulis. Ingat kata salah seorang temanku “ Biasakan G 30 M, Gerakan 30 menit membaca, menulis, dan berdiskusi”. Aku juga mendapat sebuah motivasi dari adik-adik mentorku.
“Teteh bakat dalam menulis. Lanjutkan teh ! Kami mendukung teteh”
Adik-adik mentorku lucu. Dan dibalik kelucuannya, ada semangat yang membara. Mereka orangnya cerdas. Mereka juga selalu memberiku semangat untuk terus menulis. Mereka sangat mendukungku.
“ Adik-adikku yang sholehah, terima kasih atas dukungan dan motivasinya. Teteh sayang kalian”.
Memang, menjadi seorang penulis adalah salah satu impian masa kecilku. Mengikuti jejak bapakku yang suka menulis. Ingin mewujudkan semua impian itu. Seringkali guru SMA ku mengirim sebuah pesan baik via Email, SMS maupun via telephon. Mereka menanyakan akan tulisanku. Mereka menginginkan aku untuk menjadi tenaga pendidik dan seorang penulis. Lulus dan jauh dari mereka bukan berarti harus saling melupakan. Tapi justru dengan demikian rasa rindu semakin mendalam. Jauh di mata dekat di hati. Walaupun aku sudah lulus, mereka masih perhatian padaku. Mereka selalu memberikan aku motivasi untuk terus maju dan tidak menyerah.
Pada suatu hari, aku bertanya pada salah seorang dosenku. Beliau seorang penulis. Menulis adalah sebuah hobi baginya.
“Pak, saya punya impian untuk menjadi seorang penulis. Bagaimana tips-tips Nya?” dosenku menjawab
“Menulis Tris”
“Maksudnya pak?”
“Ya…menulis”
Aku baru mengerti akan jawaban dari dosenku. Bahwa ketika kita ingin menjadi seorang penulis maka salah satu kuncinya adalah menulis. Ketika aku bertanya pada bapakku, jawabannya juga sama “menulis”. Di buku tamu blog ku juga ada sebuah kata menulis. Kata itu adalah kiriman dari seorang temanku. Setiap orang yang aku tanya, jawabannya sama yaitu “menulis”. Aku juga mendapatkan sebuah inspirasi dan motivasi dari salah seorang dosenku yang lain. Aku masih teringat akan sebuah pesannya padaku.
“ Tanamkan keyakinan itu di alam bawah sadar mu Nak. Istiqomah dengan keyakinanmu. Tunggulah…waktu akan datang menjawabnya. Anak cantikku, jadikan tiap harimu sekolah kehidupan. Selalu berusaha temukan hikmah di setiap kejadian. Dengan begitu hatimu akan senantiasa bersyukur atas nikmatnya”
Kos baru, dibalik kesepian yang aku rasakan tersimpan hikmah yang dapat mewujudkan impianku yang sudah lama terpendam. Menulis, ya itulah salah satu hikmahnya. Seharusnya aku mensyukuri atas semua apa yang terjadi dalam diri ini. Karena setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Salah, ketika aku mengatakan bahwa aku sendiri menyepi. Tidak ada tempat curhat dan yang lainnya. Itu adalah sebuah ungkapan yang salah. Kenapa? Karena baik menurut kita bisa jadi itu merupakan hal yang terburuk. Dan buruk menurut kita bisa jadi itu merupakan hal yang terbaik. Seperti halnya yang aku alami sekarang, kesepian adalah suatu hal yang tidak baik menurutku. Padahal kalau saya pikirkan, banyak hikmah dibalik kesepian itu. Setiap malam bisa muhasabah diri dan lahir ide-ide baru untuk menulis. H2N=Hadapi, Hayati, dan Nikmati.
Mengutif kalimat motivasi dalam sebuah buku karya D. S Prasetyono yang judulnya “Hidup Plus! Prinsip Plus!”
“Orang-orang yang lemah menunggu datangnya kesempatan, orang yang kuat membuat kesempatan itu. Orang-orang yang terbaik bukanlah mereka yang menantikan datangnya kesempatan, akan tetapi ,mereka yang mengambilnya, yang mengepung, merebut, dan menguasai kesempatan tersebut.”
“Di dalam keyakinan tidak ada ketakutan. Keyakinan yang sempurna melenyapkan semua ketakutan”
Mengutif kalimat motivasi juga dari buku karya Maukuf, judulnya “Menjadi Generasi Tangguh”.
“Prinsip pemuda yang tangguh adalah Keep Fight We Never Ever Give Up: Terus berjuang, tidak pernah menyerah walaupun hampir kalah”
“Teruslah bergerak hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Tetaplah berjaga hingga kelesuan itu lesu menemanimu”.
Saturday, 24 July 2010
Ada Apa dengan Kata Nuhun, Akang, dan Teteh?
Kata nuhun adalah sebuah kata yang asing bagiku. Aku tak mengerti akan makna kata tersebut. Sebuah kata yang tersusun atas lima huruf “ N.U.H.U.N”. Kalau dalam ilmu akuntansi, terdapat persamaan dasar akuntansi. Dimana rumusnya adalah H= U + M. Huruf H menunjukkan besarnya harta/aktiva, huruf U merupakan Utang/kewajiban yang harus dibayar dalam jangka waktu tertentu, sedangkan huruf M menunjukkan modal. Ketika tiga huruf tadi yaitu H, U dan M dimasukkan ke dalam neraca maka harta berada di sebelah aktiva sedangkan utang dan modal disimpan di bagian pasiva. Nah, jika saya cermati dan amati dalam rumus persamaan dasar akuntansi tersebut maka saya punya sebuah ide untuk membuat rumus dari kata nuhun. Supaya lebih simple dan mudah untuk aku ingat. Rumusnya adalah BS= N + U + H. dimana BS= Bahasa Sunda, N=2, U=2, dan H=1, sehingga dihasilkan 5 buah huruf yaitu NUHUN. Sebuah rumus yang membuatku memutar otak untuk terus berpikir. Dan akhirnya kutemukanlah rumus BS= N + U + H.
Ada sebuah kisah menarik yang pernah saya alami saat pertama kali datang di tanah rantauan (Bandung, Jawa Barat) Suku Sunda. Ceritanya adalah, 20 Agustus 2008 merupakan sebuah hari dimana aku full di kos. Nah, pada hari itu aku dapat sms dari seorang sahabat SMA. Sebuah sms yang isinya adalah rasa rindu dan kangen. Aku ingin membalas smsnya dengan kata yang sama yaitu rasa rindu dan kangen. Jemari tangan ini kemudian mulai mengetik Handphone jadulku. Mengetik kalimat demi kalimat yang berisikan akan kerinduan kepada seorang sahabat yang sudah 2 minggu aku pisah dengannya. Ketika aku mengirim sms untuk sahabatku, ternyata “sending failed”. Aku coba lagi dan terus mencoba untuk mengirim sms untuk sahabatku. Tapi semakin ku coba jawabannya selalu “sending failed”. Akhirnya sms itu aku simpan dalam draft Handphone jadulku. Lalu, aku periksa pulsa yang aku miliki. Hmmm,,,pulsaku tinggal 50 perak. Ya iya lah, dengan pulsa segitu mana bisa kirim sms. Aku akhirnya pinjam sebuah Handphone temanku. Mengetik kembali sms yang gagal aku kirim. Dan alhamdulilah sms tadi berhasil terkirim ke sahabat SMA ku. Aku menunggu sebuah balasan darinya. Sekitar 3 menit kemudian Handphone temanku berdering. Aku lihat dan ternyata ada Received SMS. Aku tidak berani membukanya karena takut sms itu bukan balasan dari sahabatku. Akhirnya aku bilang ke teman “Teteh-teteh ada sms masuk. Sms-Nya dari Teh Nuhun”
Temanku langsung ketawa. Aku hanya bengong. Tidak mengerti kenapa ia ketawa. Dengan kepolosan wajahku, aku pun bertanya
“Kenapa teteh ketawa? Aku lucu ya?”
Temanku belum bisa memberikan jawabannya. Ia terus ketawa dan ketawa. Aku benar-benar tidak mengerti maksud dari ketawanya temanku. Akhirnya aku ikut ketawa juga walaupun tidak mengerti maksudnya. Beberapa menit kemudian, temanku itu menjelaskan alasan kenapa ia ketawa. Ternyata alasannya, aku lucu. Lucu karena mengira bahwa kata nuhun adalah sebuah nama. Padahal nuhun dalam bahasa sunda artinya terima kasih.
“Hahaha,,,”
Kami melanjutkan kembali ketawa yang tadi bersambung. Temanku menyuruh aku untuk membaca bunyi sms dari temannya. Kemudian aku baca dengan suara lantang
“Assalamualaikum…Dika, hari ini mau ke kampus tidak? Aku tunggu di depan Jica ya..! Nuhun”.
Ya begitulah sejarah kata nuhun yang aku temukan dan aku alami. Sebuah kata yang membuat teman-temanku ketawa habis-habisan. Dari sana aku terus dikerjain teman kos ku. Mereka sengaja menggunakan Bahasa Sunda dan menyuruhku untuk menerjemahkannya. Bahasa Sasak saja yang asli bahasa daerah ku sulit untuk aku terjemahkan. Apalagi Bahasa Sunda yang baru aku dengar dan pelajari. Tapi dari peristiwa itu, aku mendapatkan sebuah hikmah bahwa aku harus terus belajar. Aku harus bisa beradaptasi. Suatu hari nanti aku harus bisa Bahasa Sunda.
Lalu, bagaimana dengan kata akang dan teteh? Kata yang tidak bisa aku bedakan. Sebuah kata panggilan untuk seorang kakak atau seseorang yang lebih tua dari kita. Ceritanya, pada suatu hari aku melakukan registrasi yang diterima lewat jalur SNMPTN. Aku diantarkan ke BAK UPI oleh salah seorang teman kos ku. Aku kemudian disuruh masuk ke dalam untuk mengisi berbagai formulir yang wajib diisi oleh mahasiswa baru. Aku ditinggal sendiri, temanku ada agenda lain. Dia harus stand by di stand himpunannya. Aku pun mandiri, registrasi sendiri. Jam demi jam telah berlalu, proses registrasi di BAK pun telah selesai. Aku langsung keluar. Kulihat banyak kakak tingkat yang menyambut kami mahasiswa baru. Aku bingung. Disela kebingunganku datanglah seorang mahasiswa dari Pendidikan Manajemen Bisnis. Dia adalah kakak tingkatku, katanya angkatan 2006. Aku kemudian mengikutinya. Katanya, aku harus ke stand IM2B (Ikatan Mahasiswa Manajemen Bisnis). Sebuah ikatan keluarga besar jurusan kami. Aku pun mengikuti sarannya. Di sepanjang perjalanan aku banyak bertanya. Menanyakan akan kehidupan di kampus. Dengan spontan aku bertanya
“Teteh-teteh, senang tidak jadi mahasiswa? Boleh berbagi pengalamannya tidak selama teteh menjadi mahasiswa?”
Dia langsung ketawa. Tertawa akan pertanyaanku yang begitu polos. Aku pun bertanya kembali “Teteh kenapa ketawa? Emang ada yang lucu ya dengan pertanyaanku?”
Dia terus ketawa kemudian ia pun balik bertanya padaku
“ Neng, asli darimana?” Aku pun menjawab pertanyaannya
“ Dari Lombok Tengah – NTB teteh”.
“Hahaha…:
Dia melanjutkan ketawanya, seraya mengatakan
“Pantesan, kamu baru ya di Bandung? Jangan panggil saya teteh neng. Tapi panggil akang saja.”
Yoh, kenapa?”
Dia pun dengan begitu sabar menjawabnya
“Karena teteh itu panggilan untuk kakak yang perempuan sedangkan akang untuk kakak yang laki-laki.” Aku langsung ketawa. Aku kemudian mengatakan
“Maaf akang, saya kira teteh adalah sebuah panggilan untuk semua kakak. Ternyata beda ya kang?”
“ Ya bedalah neng. Emang di Lombok panggilan untuk kakak apa?”
“ Kakak kang”
Tanpa terasa, sampailah kami di Stand IM2B. dengan semangat menggelora kakak tingkat di IM2B menyambut kami mahasiswa baru dengan penuh semangat yang menggelora. Selama di stand IM2B, telingaku dipenuhi dengan kata akang dan teteh. Mendengar kata-kata itu membuatku ketawa dalam hati. Teringat obrolanku dengan kakak tingkat yang menjemputku ke BAK.
Dari perjalanan ini, pengetahuanku akan bahasa Sunda semakin bertambah. Sunggguh luar biasa, aku bangga menjadi Warga Negara Indonesia. Sebuah negara yang kaya akan bahasa dan budaya. Satu hal yang dapat saya simpulkan dari ceitaku ini. Bahwa pengetahuan tidak hanya didapat melalui proses belajar mengajar, dengan menghapal teori, tapi pengetahuan juga bisa didapatkan dari sebuah pengalaman hidup yang pernah kita jalani. Jangan pernah malu untuk belajar karena selama hayat masih dikandung badan, tidak ada kata berhenti untuk terus belajar, belajar, dan belajar.
Ada sebuah kisah menarik yang pernah saya alami saat pertama kali datang di tanah rantauan (Bandung, Jawa Barat) Suku Sunda. Ceritanya adalah, 20 Agustus 2008 merupakan sebuah hari dimana aku full di kos. Nah, pada hari itu aku dapat sms dari seorang sahabat SMA. Sebuah sms yang isinya adalah rasa rindu dan kangen. Aku ingin membalas smsnya dengan kata yang sama yaitu rasa rindu dan kangen. Jemari tangan ini kemudian mulai mengetik Handphone jadulku. Mengetik kalimat demi kalimat yang berisikan akan kerinduan kepada seorang sahabat yang sudah 2 minggu aku pisah dengannya. Ketika aku mengirim sms untuk sahabatku, ternyata “sending failed”. Aku coba lagi dan terus mencoba untuk mengirim sms untuk sahabatku. Tapi semakin ku coba jawabannya selalu “sending failed”. Akhirnya sms itu aku simpan dalam draft Handphone jadulku. Lalu, aku periksa pulsa yang aku miliki. Hmmm,,,pulsaku tinggal 50 perak. Ya iya lah, dengan pulsa segitu mana bisa kirim sms. Aku akhirnya pinjam sebuah Handphone temanku. Mengetik kembali sms yang gagal aku kirim. Dan alhamdulilah sms tadi berhasil terkirim ke sahabat SMA ku. Aku menunggu sebuah balasan darinya. Sekitar 3 menit kemudian Handphone temanku berdering. Aku lihat dan ternyata ada Received SMS. Aku tidak berani membukanya karena takut sms itu bukan balasan dari sahabatku. Akhirnya aku bilang ke teman “Teteh-teteh ada sms masuk. Sms-Nya dari Teh Nuhun”
Temanku langsung ketawa. Aku hanya bengong. Tidak mengerti kenapa ia ketawa. Dengan kepolosan wajahku, aku pun bertanya
“Kenapa teteh ketawa? Aku lucu ya?”
Temanku belum bisa memberikan jawabannya. Ia terus ketawa dan ketawa. Aku benar-benar tidak mengerti maksud dari ketawanya temanku. Akhirnya aku ikut ketawa juga walaupun tidak mengerti maksudnya. Beberapa menit kemudian, temanku itu menjelaskan alasan kenapa ia ketawa. Ternyata alasannya, aku lucu. Lucu karena mengira bahwa kata nuhun adalah sebuah nama. Padahal nuhun dalam bahasa sunda artinya terima kasih.
“Hahaha,,,”
Kami melanjutkan kembali ketawa yang tadi bersambung. Temanku menyuruh aku untuk membaca bunyi sms dari temannya. Kemudian aku baca dengan suara lantang
“Assalamualaikum…Dika, hari ini mau ke kampus tidak? Aku tunggu di depan Jica ya..! Nuhun”.
Ya begitulah sejarah kata nuhun yang aku temukan dan aku alami. Sebuah kata yang membuat teman-temanku ketawa habis-habisan. Dari sana aku terus dikerjain teman kos ku. Mereka sengaja menggunakan Bahasa Sunda dan menyuruhku untuk menerjemahkannya. Bahasa Sasak saja yang asli bahasa daerah ku sulit untuk aku terjemahkan. Apalagi Bahasa Sunda yang baru aku dengar dan pelajari. Tapi dari peristiwa itu, aku mendapatkan sebuah hikmah bahwa aku harus terus belajar. Aku harus bisa beradaptasi. Suatu hari nanti aku harus bisa Bahasa Sunda.
Lalu, bagaimana dengan kata akang dan teteh? Kata yang tidak bisa aku bedakan. Sebuah kata panggilan untuk seorang kakak atau seseorang yang lebih tua dari kita. Ceritanya, pada suatu hari aku melakukan registrasi yang diterima lewat jalur SNMPTN. Aku diantarkan ke BAK UPI oleh salah seorang teman kos ku. Aku kemudian disuruh masuk ke dalam untuk mengisi berbagai formulir yang wajib diisi oleh mahasiswa baru. Aku ditinggal sendiri, temanku ada agenda lain. Dia harus stand by di stand himpunannya. Aku pun mandiri, registrasi sendiri. Jam demi jam telah berlalu, proses registrasi di BAK pun telah selesai. Aku langsung keluar. Kulihat banyak kakak tingkat yang menyambut kami mahasiswa baru. Aku bingung. Disela kebingunganku datanglah seorang mahasiswa dari Pendidikan Manajemen Bisnis. Dia adalah kakak tingkatku, katanya angkatan 2006. Aku kemudian mengikutinya. Katanya, aku harus ke stand IM2B (Ikatan Mahasiswa Manajemen Bisnis). Sebuah ikatan keluarga besar jurusan kami. Aku pun mengikuti sarannya. Di sepanjang perjalanan aku banyak bertanya. Menanyakan akan kehidupan di kampus. Dengan spontan aku bertanya
“Teteh-teteh, senang tidak jadi mahasiswa? Boleh berbagi pengalamannya tidak selama teteh menjadi mahasiswa?”
Dia langsung ketawa. Tertawa akan pertanyaanku yang begitu polos. Aku pun bertanya kembali “Teteh kenapa ketawa? Emang ada yang lucu ya dengan pertanyaanku?”
Dia terus ketawa kemudian ia pun balik bertanya padaku
“ Neng, asli darimana?” Aku pun menjawab pertanyaannya
“ Dari Lombok Tengah – NTB teteh”.
“Hahaha…:
Dia melanjutkan ketawanya, seraya mengatakan
“Pantesan, kamu baru ya di Bandung? Jangan panggil saya teteh neng. Tapi panggil akang saja.”
Yoh, kenapa?”
Dia pun dengan begitu sabar menjawabnya
“Karena teteh itu panggilan untuk kakak yang perempuan sedangkan akang untuk kakak yang laki-laki.” Aku langsung ketawa. Aku kemudian mengatakan
“Maaf akang, saya kira teteh adalah sebuah panggilan untuk semua kakak. Ternyata beda ya kang?”
“ Ya bedalah neng. Emang di Lombok panggilan untuk kakak apa?”
“ Kakak kang”
Tanpa terasa, sampailah kami di Stand IM2B. dengan semangat menggelora kakak tingkat di IM2B menyambut kami mahasiswa baru dengan penuh semangat yang menggelora. Selama di stand IM2B, telingaku dipenuhi dengan kata akang dan teteh. Mendengar kata-kata itu membuatku ketawa dalam hati. Teringat obrolanku dengan kakak tingkat yang menjemputku ke BAK.
Dari perjalanan ini, pengetahuanku akan bahasa Sunda semakin bertambah. Sunggguh luar biasa, aku bangga menjadi Warga Negara Indonesia. Sebuah negara yang kaya akan bahasa dan budaya. Satu hal yang dapat saya simpulkan dari ceitaku ini. Bahwa pengetahuan tidak hanya didapat melalui proses belajar mengajar, dengan menghapal teori, tapi pengetahuan juga bisa didapatkan dari sebuah pengalaman hidup yang pernah kita jalani. Jangan pernah malu untuk belajar karena selama hayat masih dikandung badan, tidak ada kata berhenti untuk terus belajar, belajar, dan belajar.
PERPISAHAN TERAKHIR DAN UNTUK SELAMA-LAMANYA
Berawal dari 8 Agustus 2008. Hari itu adalah hari yang tidak akan pernah bisa kulupakan dalam hidupku. Aku meninggalkan tanah kelahiranku (Lombok-NTB) untuk merantau ke pulau seberang (Bandung-Jawa Barat). Berat rasanya untuk jauh dari keluarga. Tapi aku harus bisa mencobanya. Hari kamis, 7 Agustus 2008 merupakan detik-detik terakhir bagiku. Hari itu, aku pamitan ke rumah orang yang selama ini membesarkanku. Orang yang selama ini dengan begitu sabar merawatku dari kecil hingga dewasa. Dia adalah nenekku tersayang. Hari itu penuh dengan isak tangis. Bibi, paman, dan saudara-saudara dari nenek begitu berat untuk melepaskan kepergianku. Hari itu juga sekitar jam 16.00 WITA, paman mengantarkan aku ke rumah bunda untuk pamitan. Belum turun dari motor, bundaku sudah memberikan sambutan dengan sebuah tangisan. Tak tahan rasanya melihat bunda menangis. Beliau memelukku dengan erat. Tidak mau melepaskan pelukannya. Pelukan yang begitu hangat. Pelukan dari seorang ibu yang begitu tulus mencintai dan meyayangi anaknya. Bundaku memberikan begitu banyak pesan sebagai bekal di rantauan. Tak terasa jam demi jam telah berlalu. Saatnya aku pamitan dengan bunda untuk menuju ke rumah bapak. Tidak ada hentinya bundaku mengeluarkan air matanya yang begitu jernih. Air mata yang begitu berharga bagiku. Maafkan nanda bunda. Nanda harus pergi. Nanda sangat mengharapkan doa darimu bunda. Sekitar jam 18.00 WITA, pamanku dengan begitu sabar mengantarkan aku ke rumah bapak. Rumah bunda dengan rumah bapak lumayan jauh. Kira-kira 1 jam perjalanan. Sesampainya di rumah bapak, aku melihat ada seorang wanita duduk di kursi ruang tamu. Sepertinya wanita tersebut kukenal. Dan ternyata benar. Ia memang sangat kukenal. Bahkan lebih dari sekedar kukenal. Wanita itu adalah nenekku. Ternyata beliau mengikutiku ke rumah bapak. Beliau mengatakan “Nenek ingin nginap malam ini untuk menemani mu. Melepaskan detik-detik terakhir bersamamu. Besok jam 03.00 kamu akan pergi meninggalkan kami semua.” Aku tersenyum mendengar ucapan nenek. Tapi jujur, dalam hati aku menangis dan sedih.
Singkat cerita, hari Jum’at 8 Agustus 2008 jam 03.00 WITA semua orang di rumah sudah pada bangun. Mereka sudah siap-siap untuk mengantarkanku ke Bandara Selaparang Mataram-Lombok-NTB. Di saat kami sedang menyiapkan barang-barang yang harus aku bawa, tiba-tiba terdengar ada suara mobil. Tak lama kemudian, bapakku langsung keluar. Ternyata di dalam mobil itu ada bunda beserta rombongan yang akan mengantarkanku sampai bandara. Bapakku kaget dan langsung mengatakan “Kayak orang yang mau pergi naik haji saja.” Aku tersenyum. Sebuah senyuman yang menggambarkan kebahagiaan. Bahagia karena bundaku ternyata ikut untuk mengantarkanku sampai ke bandara.
Hari masih pagi. Dinginnya suasana hari itu menyelimuti tubuhku. Kemudian dengan perasaan sedih dan berat hati, aku langsung masuk ke dalam mobil. Menit demi menit dan jam demi jam, kami melewati perjalanan yang lumayan jauh. Adzan subuh dikumandangkan. Kami tetap melanjutkan perjalanan. Akhirnya sampailah pada tujuan kira-kira jam 05.00 WITA. Kami telah sampai di Bandara. Para rombongan yang mengantarkanku kemudian pergi untuk sholat subuh. Aku pun langsung pamitan dengan mereka karena jam 05.00 aku harus check-in. Seperti biasa, semuanya mengantar kepergianku dengan penuh isak tangis. Bundaku menangis. Aku tidak tega melihat bunda mengeluarkan air matanya. Aku sangat meyayanginya. Tidak ingin kubiarkan walau setitik pun air matanya yang keluar. Tapi aku mesti gimana lagi? Ia terus menangis dan memelukku dengan begitu erat. Kemudian aku pun bersalaman dengan semua keluarga yang mengantarkanku. Aku memeluk nenek, adik-adikku dan juga bapakku. Pada hari itu, bukan hanya hati yang menangis tapi juga air mataku jatuh tak tertahankan. Sekitar jam 05.30 aku langsung masuk menuju tempat check-in. Semakin jauh ku melangkah, keluargaku semakin tidak terlihat.
Pengalaman pertama naik pesawat. Aku tidak tahu bagaimana cara check-in. Tapi aku tidak malu untuk terus bertanya. Karena aku selalu mengingat pesan guru SMA ku “Malu bertanya sesat di jalan. Mau bertanya pasti ada jalan.” Tahap Check-in berhasil. Tahap selanjutnya adalah menuju ruang tunggu. Tapi karena sudah telat aku langsung disuruh masuk ke pesawat. Tidak lama kemudian, pesawatnya take off. Di atas pesawat aku hanya bisa beristighfar dan menangis. Hati ini sudah pasrah. Kuserahkan semuanya kepada sang penguasa, Allahu Rabbi. Ketika melihat ke bawah, hatiku terasa sesak. Tak dapat kubayangkan jika seandainya pesawat yang ku tumpangi jatuh. Alhamdulilah, dua jam kemudian aku sampai di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Kemudian aku langsung mengaktifkan Handphone ku. Begitu banyak sms dan telephon yang masuk ke nomorku. Bunda, bapak, paman, bibi, menanyakan keberadaanku. Dengan senang hati aku menjawab bahwa aku telah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Tapi aku bingung. Benar-benar bingung. Bingung mencari barang-barangku. Katanya barang-barangku disimpan di bagasi tapi aku tidak tahu bagasinya dimana. Kemudian muncul sebuah ide yang tidak kusadari. Aku ikuti saja rombongan yang satu pesawat denganku. Dan alhamdulilah barang-barangku selamat. Tahap berikutnya adalah perjalanan menuju ke Bandung. Aku tidak tahu mesti naik apa. Akhirnya aku menelpon seorang teman abangku yang kuliah di UPI. Aku dikasih nomor telephonnya oleh abangku. Namanya Teh Seni jurusan Matematika 2004. Beliau menyuruhku untuk naik travel. Aku pun bertanya travel yang mau ke Bandung. Luar biasa, Jakarta-Bandung merupakan perjalanan yang begitu jauh. Baru pertama kali aku melakukan perjalanan yang begitu jauhnya luar biasa. Sejauh-jauhnya perjalanan di Lombok tidak sejauh yang aku rasakan pada saat itu. Jam demi jam telah kulalui melalui sebuah perjalanan indah tapi sedikit membuat badanku pegal. Akhirnya, sampailah aku di sebuah kampus, Universitas Pendidikan Indonesia. Disana, aku ditunggu oleh seorang akhwat yang begitu sholehah dan cantik. Ia adalah Teh Seni. Kemudian aku diajak untuk naik becak menuju ke kos. Aku tidak ingin naik becak. Aku tidak tega melihat sopir becak yang menggocangkan sepedanya sampai mengeluarkan keringat. Terlebih, sopirnya sudah agak tua. Dalam hati aku mengatakan “Ternyata hidup di kota itu pahit. Tidak seindah yang aku bayangkan.” Naik becak memang nikmat tapi hati tak tega. Beberapa menit kemudian sampailah kami pada sebuah gang yang menuju ke kosanku. Lumayan jauh, tapi diri ini tetap bersabar. Akhirnya, sampailah pada sebuah rumah kecil “Pondok Aisyah.” Hatiku bahagia karena sudah sampai di tanah rantauan. Di sebuah rumah kecil yang akan menjadikan aku untuk lebih memahami makna dan hakekat kehidupan.
Tanpa terasa, seminggu sudah aku di Bandung. Selama itu, aku diajak untuk mengunjungi tempat-tempat yang biasa dikunjungi pariwisata ketika ke Bandung. Dan yang paling menarik adalah hari ke delapan. Aku diajak untuk ikut aksi. Ya akupun terima ajakan Teh Seni. Aksi hari itu adalah aksi pertamaku. Aksi damai dan harus memakai pakaian seragam. Aku tidak pakai seragam (warna coklat) seperti akhwat lainnya karena aku orang baru di Bandung. Aku biasa saja. Dengan wajah yang masih polos dan lucu, aku cuek-cuek saja. Luar biasa, aksi itu ternyata menyenangkan juga. Banyak pengalaman yang aku dapatkan dari aksi pertamaku itu. Belum resmi jadi mahasiswa, eh sudah ikut aksi. Kata abangku “Menjadi mahasiswa itu baru terasa manakala kita sudah ikut aksi.” Maklum katanya abangku adalah salah satu mahasiswa UNHAS Makasar yang suka teriak di jalanan. Menyanyikan nasyid bersama Tim Nasyidnya “Gaza Nasyid” di setiap kali ada aksi.
Dua minggu kemudian setelah aksi, aku ikut MIMOSA di kampus. Sebuah kegiatan seperti ospek. Pada saat itu, aku sakit. Katanya aku belum bisa beradaptasi dengan iklim di Bandung. Lombok-NTB lumayan panas, tapi setelah di Bandung dinginnya luar biasa. Walaupun sakit, aku tetap mengikuti MIMOSA. Dua hari kemudian aku jatuh dari sebuah tangga kos temanku. Tangan dan kaki ku kena luka sampai mengeluarkan darah. Aku langsung menelphon ke rumah. Bundaku teriak menangis. Ada perasaan menyesal memberitahu beliau. Karena seperti aku bilang sebelumnya bahwa aku tidak ingin ada air mata bundaku yang jatuh. Lagi,,,lagi,,,aku melakukan kesalahan. Aku kemudian, dikirimkan obat dari rumah. Alhamdulilah tidak lama kemudian rasa sakitku bisa terobati. Bundaku bisa tersenyum kembali.
Dua bulan kemudian, ramadhan telah tiba. Penyakit ku yang waktu SMA kambuh lagi. Penyakit yang begitu menyeramkan. Penyakit yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya. Tapi itulah cobaan yang mesti aku hadapi bukan untuk dihindari. Aku tidak ingin jadi pecundang tapi yang aku inginkan adalah menjadi seorang pemenang. Dimana seorang pemenang adalah selalu melihat tantangan sebagai peluang. Setiap hari bundaku menelphon menanyakan kesehatanku. Di setiap kali beliau menelphonku pasti beliau menangis. Bunda, nanda rindu padamu. Selama aku sakit, berat badan jadi menurun. Ingin rasanya pulang. Tapi aku harus belajar sabar. Hari demi hari, lebaran telah tiba. Semua teman-teman kos mudik. Aku tinggal seorang diri di kos. Tapi aku bersyukur masih punya sahabat yaitu Handphone jadulku yang selalu menemani. Di saat aku kangen, aku bisa sms dan menelphon ke rumah. Dan alhamdulilah ternyata aku baru tahu bahwa banyak teman-teman dari NTB yang kuliah di UPI. Itu artinya bahwa aku tidak sendiri. Aku kemudian sering main ke asrama NTB yang di UPI. Lebaran pertama di daerah rantauan. Sholat Idul Fitri di masjid kampus. Hati menangis. Wajah keluarga terbayang-bayang. Tertanam kerinduan yang mendalam dalam hati ini. Akupun kemudian menelphon ke rumah. Sebuah pembicaraan yang penuh dengan isak tangis.
Beberapa bulan setelah lebaran, aku dapat kabar bahwa bundaku masuk Rumah Sakit. Aku ingin pulang. Aku ingin menemani bunda. Tapi bundaku mengatakan “Bunda tidak apa-apa nak. Insya Allah bunda sehat-sehat saja. Sekarang tugas nanda adalah belajar. Berikan yang terbaik untuk semua orang.” Aku menangis mendengar pesan dari bunda. Begitu halnya dengan bunda, ia pun ikut menangis. Bulan demi bulan, bundaku tidak sembuh-sembuh dari sakitnya. Aku ingin pulang untuk memeluknya. Merawat dan berada di sampingnya di saat beliau sakit. Tapi beliau melarangku untuk pulang. Beliau tahu sikap dan sifatku. Beliau tahu kalau aku tak suka bolos. Beliau menginginkan aku menjadi anak yang sukses, tentunya sukses dunia dan akhirat. Hari Rabu 24 Juni 2009, aku menelphon ke rumah. Keluargaku lagi di rumah sakit jaga bunda. Aku pun ngobrol sama bunda walau hanya lewat telephon. Beliau memberikan aku begitu banyak pesan. Aku dan bunda menangis. Ya..Allah begitu berat cobaan ini. Hari besoknya, 25 Juni abangku pulang dari Makasar. Beliau juga seorang perantau. Menggali ilmu di Universitas Hasanuddin. Katanya, pada hari itu bunda kelihatannya segar seperti orang yang sudah sembuh ketika melihat kepulangan abangku. Tapi hari Jum’at dini hari jam 02.00, bundaku pergi untuk selama-lamanya. Beliau pergi di saat berada dipangkuan abangku. Sebelum beliau pergi, kata abangku “Bunda meminta abang untuk membacakan ayat Al-Qur’an. Di saat kepergiannya, beliau sempat mengucapkan syahadat.” Tapi sayangnya, aku tidak dikasih tahu bahwa hari itu bunda sudah meninggal. Padahal hari itu aku menelphon ke rumah. Aku tidak bisa merawat saat bunda lagi sakit. Aku tidak ada di sampingnya di saat beliau membutuhkanku. Aku tidak bisa memandikannya, menyolatkan dan bahkan sampai beliau dimakamkan aku tidak ada di sampingnya. “Allahu Rabbi, kenapa tak ada seorang pun yang memberikan aku kabar tentang kepergian bunda? Kenapa aku anaknya tidak boleh tahu?”
Senin, 29 Juli 2009 aku pulang ke Lombok. Jam 01.00 aku baru tiba di rumah. Aku disambut dengan tangisan bibi dan hati ku sudah berkata lain. “Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?” Aku kemudian langsung dibawa pulang. Tapi aku tidak ingin pulang. Aku ingin menemani bunda di rumah sakit. Aku sudah membelikan 2 buah jilbab pesanannya. Tapi bapakku mengatakan “Nanda harus pulang dulu. Nanda harus istirahat.” Akhirnya aku mengikuti kata-kata bapakku. Di sepanjang perjalanan, bapak dan bibiku mencoba untuk menenangkanku dengan humorisnya. Perjalanan panjang tidak terasa. Akhirnya sampailah kami di rumah nenek. Banyak orang yang menunggu kepulanganku. Mereka menyambutku dengan tangisan bukan senyuman. Aku bingung kenapa semuanya menangis. Akhirnya aku diceritakan bahwa bunda telah meninggalkanku untuk selama-lamanya. Aku menangis memeluk nenek dan abangku. Kemudian abangku mencoba untuk menenangkanku dengan sebuah tausiyah tentang kematian. Menceritakan bagaimana dulu perjalanan hidup Rasulullah SAW ketika masa hidupnya. Aku pun sedikit tenang dengan tausiyahnya. Aku jadi teringat saat bunda mengantarkan aku ke bandara. Pertemuan terakhir di Bandara Selaparang dan di luar dugaan sekaligus perpisahan untuk selama-lamanya bersama bundaku tersayang.
Malam telah berlalu. Pagi pun menyapa. Aku bergegas lari ke makam bunda. Aku hanya bisa melihat dua nisan berdiri mati. Aku pun menangis. Menangis karena rindu ingin bertemu dan memeluk bunda. Abangku mengerjarku sampai ke makam bunda. Beliau tidak henti-hentinya memberikaku tausiyah. Subhanallah, tausiyah yang begitu menyentuh hati. Selamat jalan bundaku tersayang. Nanda yakin bahwa Allah lebih mencintaimu. Allah adalah sebaik-baik pelindung. Hanya kepada-Nya lah kita akan kembali. Nanda yakin bahwa bunda tidak menginginkan adanya tangisan nanda tapi yang bunda inginkan dan butuhkan adalah doa dari anak-anak bunda yang sholeh-sholehah. Insya Allah doa nanda dan Abang Dede selalu menyertaimu. Semoga bunda selalu tersenyum. Dikumpulkan di Jannah-Nya Allah bersama para mujahadah dan istri para nabi. Amiiin…
Alladziina idzaa ashaabat-hum mushiibatun qaaluu innaa lillaahi wa-innaa ilayhi raaji’uuna. ulaa-ika ‘alayhim shalawaatun min rabbihim warahmatun waulaa-ika humu almuhtaduuna. Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah 156-157)
wassalam…
Singkat cerita, hari Jum’at 8 Agustus 2008 jam 03.00 WITA semua orang di rumah sudah pada bangun. Mereka sudah siap-siap untuk mengantarkanku ke Bandara Selaparang Mataram-Lombok-NTB. Di saat kami sedang menyiapkan barang-barang yang harus aku bawa, tiba-tiba terdengar ada suara mobil. Tak lama kemudian, bapakku langsung keluar. Ternyata di dalam mobil itu ada bunda beserta rombongan yang akan mengantarkanku sampai bandara. Bapakku kaget dan langsung mengatakan “Kayak orang yang mau pergi naik haji saja.” Aku tersenyum. Sebuah senyuman yang menggambarkan kebahagiaan. Bahagia karena bundaku ternyata ikut untuk mengantarkanku sampai ke bandara.
Hari masih pagi. Dinginnya suasana hari itu menyelimuti tubuhku. Kemudian dengan perasaan sedih dan berat hati, aku langsung masuk ke dalam mobil. Menit demi menit dan jam demi jam, kami melewati perjalanan yang lumayan jauh. Adzan subuh dikumandangkan. Kami tetap melanjutkan perjalanan. Akhirnya sampailah pada tujuan kira-kira jam 05.00 WITA. Kami telah sampai di Bandara. Para rombongan yang mengantarkanku kemudian pergi untuk sholat subuh. Aku pun langsung pamitan dengan mereka karena jam 05.00 aku harus check-in. Seperti biasa, semuanya mengantar kepergianku dengan penuh isak tangis. Bundaku menangis. Aku tidak tega melihat bunda mengeluarkan air matanya. Aku sangat meyayanginya. Tidak ingin kubiarkan walau setitik pun air matanya yang keluar. Tapi aku mesti gimana lagi? Ia terus menangis dan memelukku dengan begitu erat. Kemudian aku pun bersalaman dengan semua keluarga yang mengantarkanku. Aku memeluk nenek, adik-adikku dan juga bapakku. Pada hari itu, bukan hanya hati yang menangis tapi juga air mataku jatuh tak tertahankan. Sekitar jam 05.30 aku langsung masuk menuju tempat check-in. Semakin jauh ku melangkah, keluargaku semakin tidak terlihat.
Pengalaman pertama naik pesawat. Aku tidak tahu bagaimana cara check-in. Tapi aku tidak malu untuk terus bertanya. Karena aku selalu mengingat pesan guru SMA ku “Malu bertanya sesat di jalan. Mau bertanya pasti ada jalan.” Tahap Check-in berhasil. Tahap selanjutnya adalah menuju ruang tunggu. Tapi karena sudah telat aku langsung disuruh masuk ke pesawat. Tidak lama kemudian, pesawatnya take off. Di atas pesawat aku hanya bisa beristighfar dan menangis. Hati ini sudah pasrah. Kuserahkan semuanya kepada sang penguasa, Allahu Rabbi. Ketika melihat ke bawah, hatiku terasa sesak. Tak dapat kubayangkan jika seandainya pesawat yang ku tumpangi jatuh. Alhamdulilah, dua jam kemudian aku sampai di Bandara Soekarno-Hatta Jakarta. Kemudian aku langsung mengaktifkan Handphone ku. Begitu banyak sms dan telephon yang masuk ke nomorku. Bunda, bapak, paman, bibi, menanyakan keberadaanku. Dengan senang hati aku menjawab bahwa aku telah sampai di Bandara Soekarno-Hatta. Tapi aku bingung. Benar-benar bingung. Bingung mencari barang-barangku. Katanya barang-barangku disimpan di bagasi tapi aku tidak tahu bagasinya dimana. Kemudian muncul sebuah ide yang tidak kusadari. Aku ikuti saja rombongan yang satu pesawat denganku. Dan alhamdulilah barang-barangku selamat. Tahap berikutnya adalah perjalanan menuju ke Bandung. Aku tidak tahu mesti naik apa. Akhirnya aku menelpon seorang teman abangku yang kuliah di UPI. Aku dikasih nomor telephonnya oleh abangku. Namanya Teh Seni jurusan Matematika 2004. Beliau menyuruhku untuk naik travel. Aku pun bertanya travel yang mau ke Bandung. Luar biasa, Jakarta-Bandung merupakan perjalanan yang begitu jauh. Baru pertama kali aku melakukan perjalanan yang begitu jauhnya luar biasa. Sejauh-jauhnya perjalanan di Lombok tidak sejauh yang aku rasakan pada saat itu. Jam demi jam telah kulalui melalui sebuah perjalanan indah tapi sedikit membuat badanku pegal. Akhirnya, sampailah aku di sebuah kampus, Universitas Pendidikan Indonesia. Disana, aku ditunggu oleh seorang akhwat yang begitu sholehah dan cantik. Ia adalah Teh Seni. Kemudian aku diajak untuk naik becak menuju ke kos. Aku tidak ingin naik becak. Aku tidak tega melihat sopir becak yang menggocangkan sepedanya sampai mengeluarkan keringat. Terlebih, sopirnya sudah agak tua. Dalam hati aku mengatakan “Ternyata hidup di kota itu pahit. Tidak seindah yang aku bayangkan.” Naik becak memang nikmat tapi hati tak tega. Beberapa menit kemudian sampailah kami pada sebuah gang yang menuju ke kosanku. Lumayan jauh, tapi diri ini tetap bersabar. Akhirnya, sampailah pada sebuah rumah kecil “Pondok Aisyah.” Hatiku bahagia karena sudah sampai di tanah rantauan. Di sebuah rumah kecil yang akan menjadikan aku untuk lebih memahami makna dan hakekat kehidupan.
Tanpa terasa, seminggu sudah aku di Bandung. Selama itu, aku diajak untuk mengunjungi tempat-tempat yang biasa dikunjungi pariwisata ketika ke Bandung. Dan yang paling menarik adalah hari ke delapan. Aku diajak untuk ikut aksi. Ya akupun terima ajakan Teh Seni. Aksi hari itu adalah aksi pertamaku. Aksi damai dan harus memakai pakaian seragam. Aku tidak pakai seragam (warna coklat) seperti akhwat lainnya karena aku orang baru di Bandung. Aku biasa saja. Dengan wajah yang masih polos dan lucu, aku cuek-cuek saja. Luar biasa, aksi itu ternyata menyenangkan juga. Banyak pengalaman yang aku dapatkan dari aksi pertamaku itu. Belum resmi jadi mahasiswa, eh sudah ikut aksi. Kata abangku “Menjadi mahasiswa itu baru terasa manakala kita sudah ikut aksi.” Maklum katanya abangku adalah salah satu mahasiswa UNHAS Makasar yang suka teriak di jalanan. Menyanyikan nasyid bersama Tim Nasyidnya “Gaza Nasyid” di setiap kali ada aksi.
Dua minggu kemudian setelah aksi, aku ikut MIMOSA di kampus. Sebuah kegiatan seperti ospek. Pada saat itu, aku sakit. Katanya aku belum bisa beradaptasi dengan iklim di Bandung. Lombok-NTB lumayan panas, tapi setelah di Bandung dinginnya luar biasa. Walaupun sakit, aku tetap mengikuti MIMOSA. Dua hari kemudian aku jatuh dari sebuah tangga kos temanku. Tangan dan kaki ku kena luka sampai mengeluarkan darah. Aku langsung menelphon ke rumah. Bundaku teriak menangis. Ada perasaan menyesal memberitahu beliau. Karena seperti aku bilang sebelumnya bahwa aku tidak ingin ada air mata bundaku yang jatuh. Lagi,,,lagi,,,aku melakukan kesalahan. Aku kemudian, dikirimkan obat dari rumah. Alhamdulilah tidak lama kemudian rasa sakitku bisa terobati. Bundaku bisa tersenyum kembali.
Dua bulan kemudian, ramadhan telah tiba. Penyakit ku yang waktu SMA kambuh lagi. Penyakit yang begitu menyeramkan. Penyakit yang tidak pernah aku harapkan kehadirannya. Tapi itulah cobaan yang mesti aku hadapi bukan untuk dihindari. Aku tidak ingin jadi pecundang tapi yang aku inginkan adalah menjadi seorang pemenang. Dimana seorang pemenang adalah selalu melihat tantangan sebagai peluang. Setiap hari bundaku menelphon menanyakan kesehatanku. Di setiap kali beliau menelphonku pasti beliau menangis. Bunda, nanda rindu padamu. Selama aku sakit, berat badan jadi menurun. Ingin rasanya pulang. Tapi aku harus belajar sabar. Hari demi hari, lebaran telah tiba. Semua teman-teman kos mudik. Aku tinggal seorang diri di kos. Tapi aku bersyukur masih punya sahabat yaitu Handphone jadulku yang selalu menemani. Di saat aku kangen, aku bisa sms dan menelphon ke rumah. Dan alhamdulilah ternyata aku baru tahu bahwa banyak teman-teman dari NTB yang kuliah di UPI. Itu artinya bahwa aku tidak sendiri. Aku kemudian sering main ke asrama NTB yang di UPI. Lebaran pertama di daerah rantauan. Sholat Idul Fitri di masjid kampus. Hati menangis. Wajah keluarga terbayang-bayang. Tertanam kerinduan yang mendalam dalam hati ini. Akupun kemudian menelphon ke rumah. Sebuah pembicaraan yang penuh dengan isak tangis.
Beberapa bulan setelah lebaran, aku dapat kabar bahwa bundaku masuk Rumah Sakit. Aku ingin pulang. Aku ingin menemani bunda. Tapi bundaku mengatakan “Bunda tidak apa-apa nak. Insya Allah bunda sehat-sehat saja. Sekarang tugas nanda adalah belajar. Berikan yang terbaik untuk semua orang.” Aku menangis mendengar pesan dari bunda. Begitu halnya dengan bunda, ia pun ikut menangis. Bulan demi bulan, bundaku tidak sembuh-sembuh dari sakitnya. Aku ingin pulang untuk memeluknya. Merawat dan berada di sampingnya di saat beliau sakit. Tapi beliau melarangku untuk pulang. Beliau tahu sikap dan sifatku. Beliau tahu kalau aku tak suka bolos. Beliau menginginkan aku menjadi anak yang sukses, tentunya sukses dunia dan akhirat. Hari Rabu 24 Juni 2009, aku menelphon ke rumah. Keluargaku lagi di rumah sakit jaga bunda. Aku pun ngobrol sama bunda walau hanya lewat telephon. Beliau memberikan aku begitu banyak pesan. Aku dan bunda menangis. Ya..Allah begitu berat cobaan ini. Hari besoknya, 25 Juni abangku pulang dari Makasar. Beliau juga seorang perantau. Menggali ilmu di Universitas Hasanuddin. Katanya, pada hari itu bunda kelihatannya segar seperti orang yang sudah sembuh ketika melihat kepulangan abangku. Tapi hari Jum’at dini hari jam 02.00, bundaku pergi untuk selama-lamanya. Beliau pergi di saat berada dipangkuan abangku. Sebelum beliau pergi, kata abangku “Bunda meminta abang untuk membacakan ayat Al-Qur’an. Di saat kepergiannya, beliau sempat mengucapkan syahadat.” Tapi sayangnya, aku tidak dikasih tahu bahwa hari itu bunda sudah meninggal. Padahal hari itu aku menelphon ke rumah. Aku tidak bisa merawat saat bunda lagi sakit. Aku tidak ada di sampingnya di saat beliau membutuhkanku. Aku tidak bisa memandikannya, menyolatkan dan bahkan sampai beliau dimakamkan aku tidak ada di sampingnya. “Allahu Rabbi, kenapa tak ada seorang pun yang memberikan aku kabar tentang kepergian bunda? Kenapa aku anaknya tidak boleh tahu?”
Senin, 29 Juli 2009 aku pulang ke Lombok. Jam 01.00 aku baru tiba di rumah. Aku disambut dengan tangisan bibi dan hati ku sudah berkata lain. “Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?” Aku kemudian langsung dibawa pulang. Tapi aku tidak ingin pulang. Aku ingin menemani bunda di rumah sakit. Aku sudah membelikan 2 buah jilbab pesanannya. Tapi bapakku mengatakan “Nanda harus pulang dulu. Nanda harus istirahat.” Akhirnya aku mengikuti kata-kata bapakku. Di sepanjang perjalanan, bapak dan bibiku mencoba untuk menenangkanku dengan humorisnya. Perjalanan panjang tidak terasa. Akhirnya sampailah kami di rumah nenek. Banyak orang yang menunggu kepulanganku. Mereka menyambutku dengan tangisan bukan senyuman. Aku bingung kenapa semuanya menangis. Akhirnya aku diceritakan bahwa bunda telah meninggalkanku untuk selama-lamanya. Aku menangis memeluk nenek dan abangku. Kemudian abangku mencoba untuk menenangkanku dengan sebuah tausiyah tentang kematian. Menceritakan bagaimana dulu perjalanan hidup Rasulullah SAW ketika masa hidupnya. Aku pun sedikit tenang dengan tausiyahnya. Aku jadi teringat saat bunda mengantarkan aku ke bandara. Pertemuan terakhir di Bandara Selaparang dan di luar dugaan sekaligus perpisahan untuk selama-lamanya bersama bundaku tersayang.
Malam telah berlalu. Pagi pun menyapa. Aku bergegas lari ke makam bunda. Aku hanya bisa melihat dua nisan berdiri mati. Aku pun menangis. Menangis karena rindu ingin bertemu dan memeluk bunda. Abangku mengerjarku sampai ke makam bunda. Beliau tidak henti-hentinya memberikaku tausiyah. Subhanallah, tausiyah yang begitu menyentuh hati. Selamat jalan bundaku tersayang. Nanda yakin bahwa Allah lebih mencintaimu. Allah adalah sebaik-baik pelindung. Hanya kepada-Nya lah kita akan kembali. Nanda yakin bahwa bunda tidak menginginkan adanya tangisan nanda tapi yang bunda inginkan dan butuhkan adalah doa dari anak-anak bunda yang sholeh-sholehah. Insya Allah doa nanda dan Abang Dede selalu menyertaimu. Semoga bunda selalu tersenyum. Dikumpulkan di Jannah-Nya Allah bersama para mujahadah dan istri para nabi. Amiiin…
Alladziina idzaa ashaabat-hum mushiibatun qaaluu innaa lillaahi wa-innaa ilayhi raaji’uuna. ulaa-ika ‘alayhim shalawaatun min rabbihim warahmatun waulaa-ika humu almuhtaduuna. Artinya: (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji`uun”. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah 156-157)
wassalam…
Edisi, 22 Juli 2009 Sebuah Renungan tentang kehidupan dan kematian By: A.M.F.M
Hari kamis, aku mendapatkan jarkom dari ketua kelas ku. Sebuah jarkom yang isinya tentang berita duka. Ayah dari salah seorang teman kelas ku meninggal dunia. Aku langsung mengucapkan ’Innaa lillaahi wainnaa ilaihi raaji’uun’ (“Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nyalah kita akan dikembalikan”). Semoga amal ibadah almarhum ayah temanku diterima disisi Allah SWT dan semua keluarga diberikan ketabahan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan hidup ini, amiiin. Ketika mendengar kematian, aku teringat akan sosok wanita yang luar biasa bagiku. Seorang wanita yang selalu menbimbingku untuk mengenal Allah tuhan kami. Seorang wanita yang selalu mengajarkan aku akan hakikat kebenaran. Beliau adalah bundaku tersayang. Satu tahun sudah ia meninggalkan aku dan saudara-saudaraku. Satu tahun sudah aku tak dapat lagi mendengar suaranya yang penuh dengan kelembutan. Dua tahun sudah aku tak dapat mencium kedua tangannya. Dua tahun sudah aku tak dapat melihat senyuman manisnya. Tapi saya yakin, beliau akan terus tersenyum. Tentunya sebuah senyuman indah yang menggambarkan kebahagiaan bertemu dengan kekasih hatinya “Allahu Rabbi”. Aku berpikir sejenak. Berpikir akan segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan selama ini. “Sudahkah aku termasuk hamba Allah yang selalu ada cinta di hati ini untuknya? Sudahkah aku menjadi anak yang sholehah? Sudah cukupkah amal ini sebagai bekal di akherat nanti? Sungguh aku malu, malu dan malu padamu ya…allah. Malu dan takut atas dosa-dosa yang pernah aku lakukan. Bukakan pintu taubat dan maaf untukku. Agar aku selalu berada di jalan-Mu. Agar aku selalu istiqomah di jalan dakwah ini. Hilangkan rasa lelah dan letih dalam diri ini. Berikan selalu semangat untukku. Semangat untuk selalu menyerukan din mu. Ya…rabb, aku hanyalah manusia biasa yang lemah dan tak berdaya tanpa pertolongan dan kasih mu. Cintai, sayangi dan kasihinilah kedua orang tuaku, guru-guruku, dosen-dosenku, semua keluargaku dan juga semua teman-temanku. Kumpulkan kami kelak di jannah-Mu.”
Hidup di dunia sifatnya sementara. Kalau saya contohkan hidup itu dalam ilmu akuntansi (sebuah mata pelajaran yang paling aku sukai sejak SMP, SMA sampai sekarang), kurang lebih seperti berikut:” Nyonya Monik membeli peralatan kepada UD Viana sebesar Rp 100.000 secara kredit. Analisisnya, jika kita cermati dalam contoh soal akuntansi tersebut maka aktiva/harta bertambah yang berupa peralatan sedangkan utang/kewajiban bertambah yang besarnya sama yaitu Rp 100.000. Aktiva/harta bertambah di sebelah debet sedangkan utang bertambah di sebelah kredit. Lalu kemudian apa hubungannya dengan hidup? Hubungannya adalah, saya ibaratkan aktiva/harta merupakan potensi yang dimiliki manusia. Dan bagaimana kemudian potensi itu dioptimalkan untuk bisa menjalani kehidupan dengan baik dan sungguh-sungguh sehingga utang/kewajiban kita pada Allah lunas. Ketika utang kita sudah lunas maka kita akan bisa hidup dengan tenang. Tidak ada lagi beban dalam hidup ini. Sehingga kenikmatan hidup akan benar-benar kita rasakan. Setiap utang/kewajiban wajib dikembalikan pada pemiliknya. Dan begitu halnya dengan manusia. Kita semua pasti akan kembali kepada pemilik yang telah menciptakan kita “Allahu Rabbi”. Dan tidak ada rasa takut lagi untuk menghadapi kematian. Dalam menjalani hidup ini kita hanyalah titipan dan suatu hari nanti kita pasti akan kembali kepada orang yang menitipkan kita yaitu Allah Azza wa Jalla. Sekarang mana yang akan sahabat pilih, aktiva/harta (potensi) bertambah kemudian dikembangkan dan utang bertambah tapi pada akhirnya dapat dilunasi? Atau ingin aktiva berkurang dan utang bertambah kemudian tidak ada kemampuan untuk melunasinya? Itu adalah sebuah pilihan. Ambillah sebuah keputusan yang terbaik. Keputusan yang akan mengantarkan kita pada Jannah-Nya Allah. Karena saya yakin bahwa sahabat adalah termasuk orang-orang dewasa. Dimana kedewasaan seseorang bukanlah dilihat dari umurnya. Kedewasaan itu bukanlah dilihat dari kencang atau keriput kulitnya. Tapi kedewasaan itu adalah bagaimana kita bisa berpikir kemudian memutuskan sebuah problem hidup dengan baik. Berani bertanggung jawab atas setiap keputusan yang kita ambil. Hidup penuh dengan resiko. Hmmm,,jadi ingat semester 4. Dimana pada saat itu aku belajar mata kuliah manajemen risiko. Mempelajari bagaimana risiko-risiko yang biasanya dihadapi oleh sebuah perusahaan dan bagaimana kemudian dapat ditemukan sebuah solusi dalam menghadapi risiko tersebut. Hidup pun demikian. Setiap risiko hidup harus siap untuk kita hadapi. Walaupun sangat pahit tapi lakukanlah rumus ini H2N=Hadapi, Hayati, Nikmati. Jangan takut dan menyerah. Karena itu adalah ciri-ciri pecundang. Jadilah pemenang yang mempunyai keberanian dalam menghadapi risiko. Semangat…!!! Pasti bisa…!!!
Hidup di dunia sifatnya sementara. Kalau saya contohkan hidup itu dalam ilmu akuntansi (sebuah mata pelajaran yang paling aku sukai sejak SMP, SMA sampai sekarang), kurang lebih seperti berikut:” Nyonya Monik membeli peralatan kepada UD Viana sebesar Rp 100.000 secara kredit. Analisisnya, jika kita cermati dalam contoh soal akuntansi tersebut maka aktiva/harta bertambah yang berupa peralatan sedangkan utang/kewajiban bertambah yang besarnya sama yaitu Rp 100.000. Aktiva/harta bertambah di sebelah debet sedangkan utang bertambah di sebelah kredit. Lalu kemudian apa hubungannya dengan hidup? Hubungannya adalah, saya ibaratkan aktiva/harta merupakan potensi yang dimiliki manusia. Dan bagaimana kemudian potensi itu dioptimalkan untuk bisa menjalani kehidupan dengan baik dan sungguh-sungguh sehingga utang/kewajiban kita pada Allah lunas. Ketika utang kita sudah lunas maka kita akan bisa hidup dengan tenang. Tidak ada lagi beban dalam hidup ini. Sehingga kenikmatan hidup akan benar-benar kita rasakan. Setiap utang/kewajiban wajib dikembalikan pada pemiliknya. Dan begitu halnya dengan manusia. Kita semua pasti akan kembali kepada pemilik yang telah menciptakan kita “Allahu Rabbi”. Dan tidak ada rasa takut lagi untuk menghadapi kematian. Dalam menjalani hidup ini kita hanyalah titipan dan suatu hari nanti kita pasti akan kembali kepada orang yang menitipkan kita yaitu Allah Azza wa Jalla. Sekarang mana yang akan sahabat pilih, aktiva/harta (potensi) bertambah kemudian dikembangkan dan utang bertambah tapi pada akhirnya dapat dilunasi? Atau ingin aktiva berkurang dan utang bertambah kemudian tidak ada kemampuan untuk melunasinya? Itu adalah sebuah pilihan. Ambillah sebuah keputusan yang terbaik. Keputusan yang akan mengantarkan kita pada Jannah-Nya Allah. Karena saya yakin bahwa sahabat adalah termasuk orang-orang dewasa. Dimana kedewasaan seseorang bukanlah dilihat dari umurnya. Kedewasaan itu bukanlah dilihat dari kencang atau keriput kulitnya. Tapi kedewasaan itu adalah bagaimana kita bisa berpikir kemudian memutuskan sebuah problem hidup dengan baik. Berani bertanggung jawab atas setiap keputusan yang kita ambil. Hidup penuh dengan resiko. Hmmm,,jadi ingat semester 4. Dimana pada saat itu aku belajar mata kuliah manajemen risiko. Mempelajari bagaimana risiko-risiko yang biasanya dihadapi oleh sebuah perusahaan dan bagaimana kemudian dapat ditemukan sebuah solusi dalam menghadapi risiko tersebut. Hidup pun demikian. Setiap risiko hidup harus siap untuk kita hadapi. Walaupun sangat pahit tapi lakukanlah rumus ini H2N=Hadapi, Hayati, Nikmati. Jangan takut dan menyerah. Karena itu adalah ciri-ciri pecundang. Jadilah pemenang yang mempunyai keberanian dalam menghadapi risiko. Semangat…!!! Pasti bisa…!!!
Petualanganku edisi Sabtu, 17 Juli 2010 Pisang Raja Cerai
Hari Sabtu, 17 Juli 2010 saya bersama seorang teman melakukan sebuah petualang. Kami berangkat dari kos sekitar jam 07.00. Perjalanan petualangan kami lumayan jauh. Tak dapat dijangkau dengan jalan kaki. Kami pun menunggu sebuah Damri. Lama kami menanti. Menanti datangnya sebuah Damri. Walau demikian, kami tetap bersabar untuk menunggu. Tapi sayangnya, kami tidak ditemani lagunya Bang Ridho Rhoma “Menunggu”. Hampir satu jam lamanya kami menunggu, akhirnya Damri pun datang. Rasa syukur tak lupa kami ucapkan. Tadinya kami berpikir bahwa kami tidak akan dapat tempat duduk. Tapi ternyata alhamdulilah semuanya di luar dugaan. Banyak tempat duduk yang kosong. Alhamdulilah…..
Ketika kaki melangkah memasuki Damri, saya melihat bapak-bapak yang menawarkan makanan jualannya. Dari penjual makanan, Koran sampai penjual buku. Semuanya ada di Damri yang kami tumpangi. Tak kalahnya juga dengan para pengamen. Begitu banyak pengamen yang dengan ketulusannya menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur para penumpang. Saya punya ide untuk kemudian mengabdikan gambar-gambar para penjual dan pengamen tadi dengan menggunakan camera HP ku. hmm,,,berpetualang sambil berpikir, berdiskusi, menulis dari hasil gambar yang saya ambil.
Singkat cerita, Ada seorang wanita cantik, rambut lurus dengan warna kulit putih dan senyuman yang manis. Saya kira dia adalah penumpang. Tapi ternyata bukan. Wanita itu adalah seorang pengamen. Baru pertama saya menemukan seorang wanita yang menjadi pengamen. Saya pun kaget. “Ya…Allah hari ini saya dapat sebuah pelajaran untuk saya renungi. Hidup di kota tidak seindah yang saya bayangkan. Banyak sauadara-sauadara kami yang untuk makan saja susah. Setiap hari mengamen dan meminta-minta di jalanan. Mereka ingin sekolah. Mereka ingin kuliah. Mereka ingin punya rumah untuk berteduh ketika hujan dan melepaskan rasa lelah setelah bekerja. Tapi semuanya tidak mereka miliki. Lahir dan besar di jalanan. Saya kasihan melihat mereka. Saya bersyukur padamu ya…allah. Saya masih bisa kuliah. Saya bisa makan dan tidur pun nyenyak. Sungguh banyak nikmatmu yang kau berikan padaku tapi sungguh sedikit aku mensyukuri nikmatmu. Maafkan hambamu ini Ya..Rabb.”
Selama perjalanan, saya dan teman berdiskusi. Bertukar pikiran tentang sebuah kehidupan. Hidup itu butuh pengorbanan dan perjuangan. Tidak ada yang dapat digapai tanpa adanya perjuangan. Disela diskusi kami, datang lagi seorang kakek yang menawarkan jualannya. Sebelumnya ia mengucapkan salam dulu kepada para penumpang. Salam pertama tidak ada yang menjawab. Dengan penuh kesabaran, ia pun kembali mengucapkan salam. Baru kemudian para penumpang kemudian menjawab salamnya. Si kakek tersebut kemudian seraya mengucapkan “alhamdulilah”. Selanjutnya, ia memberikan sebuah tausiyah. Sebuah tausiyah dengan judul “Jangan Bercerai”. Dia mengungkapkan banyak tentang perceraian. Yang lebih ditekankan dalam isi tausiyahnya adalah jauhilah perceraian. Jangan biarkan anak-anak hidupnya menjadi tak karuan. Tapi ada sebuah ucapannya yang membuat saya tidak setuju. Ia mengatakan “Jangan biarkan anak hidup bersama ibu-bapak tiri. Karena ibu tiri tidak sebaik ibu kandung”. Alasan kenapa saya tidak setuju. Karena menurut saya ucapannya itu adalah seolah-oleh ibu tiri itu jahat. Padahal tidak semua ibu tiri kejam dan jahat. Semuanya tergantung dari kita sebagai anak. Bagi saya tidak ada istilah ibu tiri. Ibu tetap ibu. Karena kewajiban seorang anak adalah mencintai orang yang dicintai orang tuanya. Tapi tak mengapa ia mengatakan seperti itu karena setiap orang bebas untuk mengeluarkan pendapat. Setiap orang bebas untuk berargumen. Lain otak, lain orangnya dan lain pikirannya. Tausiyah yang begitu singkat, padat telah selesai disampaikannya. Tahap selanjutnya adalah ia menawarkan pisang. Ya pisang…namanya pisang raja cerai. Ia menawarkan pisang jualannya seraya mengatakan “pisang raja cerai,,,pisang raja cerai,,pisang raja cerai,,hayoo beli,,,beli,,,harganya murah Rp 2500”. Ia menjadi pusat perhatian para penumpang. Sebuah nama pisang yang unik dan langka. Para penumpang pada komentar “Mau jual pisang tapi masih dalam karung. Keluarkan dong…!!!”. Dengan ketukusan hati, si bapak tersebut langsung mengeluarkan pisangnya. Al hasil, pisangnya memang benar bercerai-berai. Kalau dipikir-pikir, tausiyah yang ia bawakan ternyata ada kaitannya dengan pisang yang dia tawarkan. Pisang yang belum matang, masih warna hijau dan pisah-pisah seperti isi ceramahnya bercerai. Pisang raja cerai? …hmm…akhirnya ku temukan jawaban isi tausiyahnya……luar biasa strategi marketing yang ia terapkan……saya saja yang jurusan business management, marketingnya tak se-bagus si kakek penjual pisang tadi…masih ada kata malu untuk melakukan itu. Tapi alhamdulilah penjual “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir. Hilangkan rasa malu. Beranilah untuk memulai. Berwirausaha itu penting karena bukankah dulu Rasulullah juga seorang pedagang? Yang kemudian menikah dengan Siti Khadijah seorang saudagar kaya raya? Bukankah islam juga mulai masuk ke Indonesia melalui sebuah perdagangan? Lalu apa yang membuat kita mesti malu untuk berdagang? Mulailah dari hal yang terkecil untuk bisa menggapai suatu hal yang besar. Semuanya membutuhkan proses. Mau kaya? Ya…berusaha…terima kasih “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir untuk membuat inovasi baru dalam berwirausaha….akanku buktikan dengan berani untuk memulai……….semangat……..!!!!
Ketika kaki melangkah memasuki Damri, saya melihat bapak-bapak yang menawarkan makanan jualannya. Dari penjual makanan, Koran sampai penjual buku. Semuanya ada di Damri yang kami tumpangi. Tak kalahnya juga dengan para pengamen. Begitu banyak pengamen yang dengan ketulusannya menyanyikan sebuah lagu untuk menghibur para penumpang. Saya punya ide untuk kemudian mengabdikan gambar-gambar para penjual dan pengamen tadi dengan menggunakan camera HP ku. hmm,,,berpetualang sambil berpikir, berdiskusi, menulis dari hasil gambar yang saya ambil.
Singkat cerita, Ada seorang wanita cantik, rambut lurus dengan warna kulit putih dan senyuman yang manis. Saya kira dia adalah penumpang. Tapi ternyata bukan. Wanita itu adalah seorang pengamen. Baru pertama saya menemukan seorang wanita yang menjadi pengamen. Saya pun kaget. “Ya…Allah hari ini saya dapat sebuah pelajaran untuk saya renungi. Hidup di kota tidak seindah yang saya bayangkan. Banyak sauadara-sauadara kami yang untuk makan saja susah. Setiap hari mengamen dan meminta-minta di jalanan. Mereka ingin sekolah. Mereka ingin kuliah. Mereka ingin punya rumah untuk berteduh ketika hujan dan melepaskan rasa lelah setelah bekerja. Tapi semuanya tidak mereka miliki. Lahir dan besar di jalanan. Saya kasihan melihat mereka. Saya bersyukur padamu ya…allah. Saya masih bisa kuliah. Saya bisa makan dan tidur pun nyenyak. Sungguh banyak nikmatmu yang kau berikan padaku tapi sungguh sedikit aku mensyukuri nikmatmu. Maafkan hambamu ini Ya..Rabb.”
Selama perjalanan, saya dan teman berdiskusi. Bertukar pikiran tentang sebuah kehidupan. Hidup itu butuh pengorbanan dan perjuangan. Tidak ada yang dapat digapai tanpa adanya perjuangan. Disela diskusi kami, datang lagi seorang kakek yang menawarkan jualannya. Sebelumnya ia mengucapkan salam dulu kepada para penumpang. Salam pertama tidak ada yang menjawab. Dengan penuh kesabaran, ia pun kembali mengucapkan salam. Baru kemudian para penumpang kemudian menjawab salamnya. Si kakek tersebut kemudian seraya mengucapkan “alhamdulilah”. Selanjutnya, ia memberikan sebuah tausiyah. Sebuah tausiyah dengan judul “Jangan Bercerai”. Dia mengungkapkan banyak tentang perceraian. Yang lebih ditekankan dalam isi tausiyahnya adalah jauhilah perceraian. Jangan biarkan anak-anak hidupnya menjadi tak karuan. Tapi ada sebuah ucapannya yang membuat saya tidak setuju. Ia mengatakan “Jangan biarkan anak hidup bersama ibu-bapak tiri. Karena ibu tiri tidak sebaik ibu kandung”. Alasan kenapa saya tidak setuju. Karena menurut saya ucapannya itu adalah seolah-oleh ibu tiri itu jahat. Padahal tidak semua ibu tiri kejam dan jahat. Semuanya tergantung dari kita sebagai anak. Bagi saya tidak ada istilah ibu tiri. Ibu tetap ibu. Karena kewajiban seorang anak adalah mencintai orang yang dicintai orang tuanya. Tapi tak mengapa ia mengatakan seperti itu karena setiap orang bebas untuk mengeluarkan pendapat. Setiap orang bebas untuk berargumen. Lain otak, lain orangnya dan lain pikirannya. Tausiyah yang begitu singkat, padat telah selesai disampaikannya. Tahap selanjutnya adalah ia menawarkan pisang. Ya pisang…namanya pisang raja cerai. Ia menawarkan pisang jualannya seraya mengatakan “pisang raja cerai,,,pisang raja cerai,,pisang raja cerai,,hayoo beli,,,beli,,,harganya murah Rp 2500”. Ia menjadi pusat perhatian para penumpang. Sebuah nama pisang yang unik dan langka. Para penumpang pada komentar “Mau jual pisang tapi masih dalam karung. Keluarkan dong…!!!”. Dengan ketukusan hati, si bapak tersebut langsung mengeluarkan pisangnya. Al hasil, pisangnya memang benar bercerai-berai. Kalau dipikir-pikir, tausiyah yang ia bawakan ternyata ada kaitannya dengan pisang yang dia tawarkan. Pisang yang belum matang, masih warna hijau dan pisah-pisah seperti isi ceramahnya bercerai. Pisang raja cerai? …hmm…akhirnya ku temukan jawaban isi tausiyahnya……luar biasa strategi marketing yang ia terapkan……saya saja yang jurusan business management, marketingnya tak se-bagus si kakek penjual pisang tadi…masih ada kata malu untuk melakukan itu. Tapi alhamdulilah penjual “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir. Hilangkan rasa malu. Beranilah untuk memulai. Berwirausaha itu penting karena bukankah dulu Rasulullah juga seorang pedagang? Yang kemudian menikah dengan Siti Khadijah seorang saudagar kaya raya? Bukankah islam juga mulai masuk ke Indonesia melalui sebuah perdagangan? Lalu apa yang membuat kita mesti malu untuk berdagang? Mulailah dari hal yang terkecil untuk bisa menggapai suatu hal yang besar. Semuanya membutuhkan proses. Mau kaya? Ya…berusaha…terima kasih “Pisang Raja Cerai” telah membuatku berpikir untuk membuat inovasi baru dalam berwirausaha….akanku buktikan dengan berani untuk memulai……….semangat……..!!!!
Friday, 16 July 2010
Dinginnya pagi ini menyelimuti tubuhku. Lantai kamarku pun terasa seperti kristal es Titanic. Tapi bukan berarti aku harus kembali tidur beralaskan kasur empuk, didampingi kumpulan bantal dan selimut tebal. Aku tidak ingin seperti itu. Akhirnya, dengan api semangat yang membara di tubuhku maka aku pun dapat melawan dinginnya sang pagi. Kemudian aku bangun dengan merapikan kamar tidurku. Mencuci pakaian, piring, mengepel, membersihkan dapur dan kamar mandi serta memasak.
Hmmm,,,sang perantau harus bisa hidup mandiri. Makan sendiri, segalanya serba sendiri. Pagi ini aku memasak 2 menu terbaru. Menu yang sebelumnya belum pernah aku coba. Diantaranya, Tahu-Tempe Asam Cinta dan Mie Rupa-rupa. Nama masakan itu aku buat berdasarkan cita rasanya. Filosofinya, Tahu dan tempe digoreng dengan penuh cinta sambil mendengar nasyid UNIC. Sebuah nasyid favoritku. Begitu halnya dengan Mie rupa-rupa, aku memberikan nama itu karena rasanya rupa-rupa. Semua rasa terkandung di dalamnya.
Masakan yang aku masak pagi ini mirip dengan kehidupanku selama menjadi anak kos. Kehidupan yang terkadang pahit, pedas, dan senang. Tapi ternyata jika dinikmati, semuanya terasa nikmat. Kehidupan menjadi anak kos adil bagiku. Semua rasa pernah hinggap dalam diri ini. Pengalaman menjadi anak kos mengajariku akan makna sebuah kehidupan. Mengajariku akan pentingnya sebuah kemandirian dan kerja keras. Kata almarhumah bundaku “Menjadi wanita harus bisa masak. Hidup mandiri dan belajarlah dari sekarang untuk persiapan masa depan yang cemerlang. Masak itu tidak sulit.”
Pesan almarhumah bundaku, membuat diri ini menjadi termotivasi untuk terus belajar memasak. Belajar tak kenal henti. Apalagi sekarang hidup di pulau seberang (Bandung-Jawa Barat). Itu menunjukkan bahwa aku harus benar-benar bisa hidup mandiri. Aku jadi ingat pengalaman dulu masa SMP dan SMA. Dulu aku juga anak kos. Besar di daerah orang. Selalu jauh dari orang tua. Semuanya aku lakukan demi menggapai semua impian. Meraih mimpi-mimpi besarku.
Hayooo…temen2 kaum hawa mari semangat berlomba-lomba untuk memasak. Cobalah dari saat ini juga. Tunjukkan keakhwatanmu dengan memasak. Para pedagang nasi goreng, bakso, gorengan dan yang lainnya kebanyakan kokinya ikhwan…masa akhwat kalah??? Calon ibu rumah tangga…Malu donk….
Subscribe to:
Posts (Atom)